KOMPAS.com - Hari ini, 58 tahun yang lalu atau tepatnya pada 3 Oktober 1965, sebanyak enam jenderal dan satu perwira TNI AD yang menjadi korban saat peristiwa G30S/PKI ditemukan.
Mereka diculik dan dibunuh pada 30 September 1965 lantaran menjadi korban adanya isu Dewan Jenderal yang ingin melakukan kudeta kepada Presiden Soekarno.
Setelah dibunuh, ketujuh orang yang kemudian disebut sebagai Pahlawan Revolusi itu dibuang di sebuah sumur di wilayah Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Baca juga: Profil Presiden Pertama RI: Soekarno
Ketujuh Pahlawan Revolusi itu yakni:
Pierre Tendean ikut diculik dan dibunuh karena menyamar sebagai AH Nasution demi menyelamatkan atasannya itu.
AH Nasution pun berhasil melarikan diri dan selamat dari peristiwa tersebut.
Baca juga: 5 Fakta Film G30S/PKI, dari Film Wajib Era Soeharto hingga Pecahkan Rekor Penonton
Baca juga: Jadi Tempat Pembuangan 7 Pahlawan Revolusi, Ini Asal-usul Nama Lubang Buaya
Dikutip dari Kompas.com (28/9/2022), pencarian intensif mulai dilakukan sejak 1 Oktober 1965 subuh kepada tujuh Pahlawan Revolusi itu.
Berdasarkan informasi yang ada, tim Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat (RPKAD) mendapat petunjuk bahwa ketujuh orang itu dibawa ke Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Sesampainya di wilayah itu, tim RPKAD melihat sejumlah orang bersenjata lengkap dalam kondisi siap tempur.
Diperkirakan, jumlah orang-orang itu sekitar kekuatan satu batalion. RPKAD pun menduga bahwa mereka merupakan pasukan dari G30S.
Baca juga: Sejarah Film Pengkhianatan G30S/PKI dan Alasannya Dihentikan Tayang di TV
Setelah mengetahui jumlah pasukan musuh yang jauh lebih banyak, RPKAD memutuskan kembali ke pos komandonya.
Sesampainya di pos komando, RPKAD segera mengumpulkan anggota-anggota lain dan memutuskan maju mendekat ke lokasi yang mereka curigai itu.
Beruntungnya, jumlah pasukan RPKAD sama besar dengan jumlah pasukan diduga G30S tersebut.
Bahkan, musuh pun tak berani menandingi pasukan RPKAD dan memilih pergi pada akhirnya.
Begitu mereka pergi, tim RPKAD segera mengusut lokasi untuk menemukan jenazah ketujuh orang yang diculik.
Baca juga: Jadi Film Wajib Era Soeharto, Mengapa Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI Berhenti Ditayangkan?
Dilansir dari Kompas.com (30/9/2022), jenazah tujuh Pahlawan Revolusi baru ditemukan pada 3 Oktober 1965 di sebuah sumur tua di Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Sumur tua itu memiliki kedalaman sekitar 12 meter dan diameternya sekitar 0,75 meter. Kondisi itu membuat tim evakuasi sempat mengalami kesulitan karena keterbatasan alat.
Saat ditemukan, posisi jasad ketujuh orang itu bertumpuk satu sama lain.
Meski begitu, pada akhirnya mereka berhasil dikeluarkan dalam kondisi sulit dikenali pada 4 Oktober 1965.
Baca juga: Kesaksian AH Nasution dalam Peristiwa G30S/PKI
Setelah diangkat dari sumur di Lubang Buaya, jasad tujuh Pahlawan Revolusi itu dibawa ke Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD), Jakarta Pusat guna menjalani autopsi.
Jasad tujuh Pahlawan Revolusi itu ditangani oleh dua dokter RSPAD yakni Brigjen Roebiono Kartopati dan Kolonel Frans Pattiasina, serta tiga dokter dari Ilmu Kedokteran Kehakiman Universitas Indonesia, yaitu Sutomo Tjokronegoro, Liau Yan Siang, dan Lim Joe Thay.
Banyak informasi beredar bahwa bagian tubuh tujuh korban G30S/PKI itu diiris, alat kelaminnya dipotong, serta matanya dicongkel sebelum akhirnya dihujani peluru hingga tewas.
Adanya perusakan atau mutilasi secara mengerikan juga digambarkan dalam film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (1984) yang menjadi tayangan wajib televisi pada masa Orde Baru.
Narasi tersebut yang selama puluhan tahun ditekankan oleh pemerintah Orde Baru dan dipercaya masyarakat, hingga menciptakan kebencian mendalam kepada para pihak yang terlibat, khususnya PKI yang dituding menjadi dalang peristiwa G30S.
Namun salah satu dokter forensik yang melakukan autopsi korban, yakni Lim Joe Thay membantah informasi tersebut.
Baca juga: Di Mana Sukarno dan Soeharto Saat Peristiwa G30S/PKI?
Berikut kesaksian Lim Joe Thay dalam buku milik Surya Lesmana:
"Kami periksa penis korban dengan teliti, Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja tidak ada. Itu faktanya. Satu lagi: mata yang dicongkel. Memang kondisi mayat ada yang bola matanya copot, bahkan ada yang kotal-katil. Tapi itu karena sudah lebih dari tiga hari terendam, bukan karena dicongkel paksa...".
"Saya sedikit mengangkat kepala mayat yang sedang saya periksa dan baru sadar Pak Harto ada di ruangan. Dia mengenakan battle dress (pakaian tempur). Kabarnya RSPAD dari malam sampai pagi itu dijaga ketat pasukan Kostrad. Kami tanyakan waktu itu, apakah mayat para jenderal akan diotopsi secara lengkap atau tidak. Para jenderal yang hadir, termasuk Pak Harto bilang tak usah...".
Kemudian pada 5 Oktober 1965, keenam jenderal dan satu perwira TNI AD korban G30S/PKI itu dimakamkan secara layak di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.
Baca juga: 3 Teori soal Dalang dan Penyebab Peristiwa G30S/PKI
Berikut kondisi ketujuh jenazah Pahlawan Revolusi yang dibuang di Lubang Buaya menurut laporan tim forensik:
Baca juga: Peristiwa G30S/PKI: Sejarah, Kronologi, dan Tokohnya
(Sumber: Kompas.com/Verelladevanka Adryamarthanino, Widya Lestari Ningsih | Editor: Tri Indriawati)