Dilansir dari National Geographic, Konfusius percaya bahwa pendidikan dan refleksi mengarah pada kebajikan.
Mereka yang bercita-cita untuk memerintah orang lain harus menumbuhkan disiplin dan otoritas moral dalam diri mereka sendiri.
Dia memperjuangkan hal itu dengan cara masuk melalui jajaran pemerintahan, dan memperbaikinya dari dalam.
Namun, pada akhirnya, Konfusius justru menemukan kesuksesan yang jauh lebih besar sebagai seorang guru.
Konfusius memutuskan tradisi dengan keyakinannya bahwa semua manusia dapat memperoleh manfaat dari pendidikan.
Dia mendukung pembelajaran seumur hidup "demi diri sendiri", yang berarti pengetahuan tentang diri sendiri dan peningkatan diri.
Baca juga: 7 Negara dengan Pulau Terbanyak di Dunia, Indonesia Ada di Urutan Keenam
Ketika dia meninggal pada tahun 479 SM, dia meninggalkan sekitar 3.000 siswa, yang mengabdikan diri untuk melestarikan dan menyebarkan ajaran guru mereka.
Ajaran Konfusius dengan antusias diadopsi sebagai ideologi negara China oleh dinasti Han pada abad kedua sebelum masehi.
The Analects terus membimbing pemerintah dan individu selama ribuan tahun, menginformasikan dan memengaruhi sejarah dan peradaban China dalam prosesnya.
Sebagaimana dinyatakan dalam The Analects, Konfusius percaya bahwa keharmonisan sosial secara alami akan mengikuti keteraturan individu yang tepat.
Oleh karena itu, dia menekankan penanaman kualitas pribadi seperti kebajikan, timbal balik, dan bakti sebagai hal yang penting.
Ini demi pembentukan individu yang berpendidikan dan teliti yang akan bermanfaat bagi masyarakat melalui pelayanan publik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.