Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Eksaminasi pada Putusan Mati Ferdy Sambo-Putri Candrawathi...

Kompas.com - 13/06/2023, 10:30 WIB
Aditya Priyatna Darmawan,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com–Sebanyak delapan akademisi diketahui melakukan eksaminasi terhadap putusan kasus pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Ferdy Sambo terhadap mantan ajudannya, Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Delapan akademisi yang mengeksaminasi putusan mati Sambo yakni: Profesor Edward Omar Sharif Hiariej, Marcus Priyo Gunarto, Amir Ilyas, Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun, dan Agustinus Pohan.

Hal yang dieksaminasi kedelapan akademisi tersebut yakni dokumen terkait perkara a quo kasus pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

Baca juga: Nama Bandar Narkoba Freddy Budiman Kembali Mencuat, Ini Pengakuannya Sebelum Eksekusi Mati

Lantas, apa itu eksaminasi?

Baca juga: Ferdy Sambo Divonis Mati, Bagaimana Proses Hukuman Mati di Indonesia?

Penjelasan pakar

Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul FIckar Hadjar mengatakan, eksaminasi adalah tindakan menguji atau membahas ulang berbagai aspek dalam proses pengadilan.

“Baik dari segi peristiwa, ketepatan dakwaan dan tuntutan, serta ketepatan putusan yang dijatuhkan,” ucap Abdul kepada Kompas.com, Selasa (13/6/2023).

Ia menyebutkan, alat pengujiannya berupa teori hukum, peraturan pidana, atau peraturan lainnya dari berbagai pendapat para akademisi.

“Biasanya berasal dari disiplin ilmu berbeda selain hukum, seperti sosiologi, kriminologi, psikologi, atau ilmu lainnya yang relevan,” tuturnya.

“Sehingga ketika melihat satu peristiwa bisa dari berbagai aspek atau kacamata atau sudut pandang,” sambungnya.

Baca juga: Polisi Sebut Kasus Anak Diperkosa 11 Pria sebagai Persetubuhan di Bawah Umur, Ini Penjelasan Pakar Hukum

Syarat dan ketentuan eksaminasi

Kolase foto Ferdy Sambo, Bripka RR, dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022)KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO Kolase foto Ferdy Sambo, Bripka RR, dan Putri Candrawathi di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022)

Abdul berpendapat, jika eksaminasi hanya dilakukan oleh disiplin ilmu hukum, maka percuma.

“Akan banyak persamaan yang tidak perlu dan buang-buang waktu,” kata dia.

Ia mengungkapkan, tidak ada syarat atau ketentuan untuk melakukan eksaminasi. Semua masyarakat bisa bebas untuk melakukannya, asalkan dapat dipertanggungjawabkan pendapatnya.

“Karena pada dasarnya hasil eksaminasi itu sama dengan pendapat saja, tidak punya kekuatan hukum mengikat apa pun,” ungkapnya.

Baca juga: Dugaan-dugaan di Balik Kasus Polisi Tembak Polisi

Karena tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, eksaminasi imbuhnya, tidak dapat mengubah putusan yang sudah ditetapkan oleh pengadilan.

“Kebetulan dari akademisi, jadi hanya murni sebagai bahan pengetahuan atau penelitian saja,” jelasnya.

Dari eksaminasi itu, Abdul menerangkan, biasanya akan terlihat berbagai indikasi apakah putusan tersebut dipengaruhi hal-hal lain selain hukum atau tidak.

“Putusan dijatuhkan hakimnya dalam keadaan tertekan atau tidak, meskipun prinsipnya hakim itu bebas,” terangnya.

Tekanan tersebut dapat bermacam-macam, seperti ancaman fisik, kekuasaan, hubungan personal, dan tekanan uang.

Baca juga: Profil Singgih Budi Prakoso, Hakim Ketua yang Kuatkan Vonis Hukuman Mati Ferdy Sambo

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com