Apa pun lebih dari itu akan membutuhkan lebih dari yang bisa ditangani, dan mesin tidak dibuat seperti itu.
Jadi, ketika data yang dimasukkan ke dalam mesin tidak menyertakan area kerja baru, atau algoritmanya tidak menyertakan keadaan yang tidak terduga, mesin menjadi tidak begitu berfaedah.
Situasi ini biasa terjadi di industri teknologi dan manufaktur, dan pembuat AI terus-menerus mencoba mencari solusi sementara.
Gagasan bahwa alat AI akan beradaptasi dengan situasi apa pun adalah salah satu dari beberapa mitos umum seputar kecerdasan buatan.
Oleh karena itu, jika kita takut AI dapat "menyusup" ke semua industri dan menghilangkan permintaan akan keterampilan profesional kita, yakinlah bahwa hal itu tidak akan terjadi.
Penalaran manusia dan kekuatan otak manusia untuk menganalisis, membuat, berimprovisasi, bermanuver, dan mengumpulkan informasi tidak dapat dengan mudah ditiru oleh AI -- setidaknya untuk saat ini.
Ketiga, proses kreatif yang terbatas. Saat melakukan brainstorming konsep kreatif dan cara melakukan pekerjaan, AI tidak memiliki kemampuan manusia ini karena, sebagaimana telah ditetapkan, AI hanya dapat bekerja dengan data yang diterimanya.
Oleh karena itu, ia tidak dapat memikirkan cara, gaya, atau pola baru dalam melakukan pekerjaan dan terbatas pada "template" yang diberikan.
Pengusaha dan karyawan tahu betapa pentingnya kreativitas di ruang kerja. Kreativitas menawarkan sensasi menyenangkan dari sesuatu yang baru dan berbeda daripada tindakan berulang yang membosankan di mana AI dirancang untuk berfungsi. Kreativitas adalah fondasi inovasi.
Berpikir kreatif adalah kemampuan berpikir out of the box. Sementara itu, mesin dirancang untuk "in the box". Itu berarti AI hanya dapat berfungsi dalam perintah data yang diberikan.
Di sisi lain, manusia dapat berpikir tanpa batas, mencari informasi dari berbagai cara dan menghasilkan solusi untuk masalah yang rumit dengan sedikit atau tanpa data yang tersedia.
Karena AI tidak memiliki kemampuan untuk berpikir out of the box dan menghasilkan ide-ide kreatif untuk inovasi, AI tidak dapat mengambil alih manusia di ruang kerja.
Keempat, tak memiliki soft skill. Soft skill merupakan hal yang wajib dimiliki oleh setiap profesional di ruang kerja. Misalnya kerja tim, perhatian terhadap detail, berpikir kritis dan kreatif, komunikasi yang efektif, dan keterampilan interpersonal.
Soft skill kita butuhkan di setiap industri dan kita harus mengembangkannya untuk berhasil secara profesional.
Manusia diajarkan dan dituntut untuk memiliki soft skill, apa pun posisinya. Eksekutif perusahaan membutuhkan mereka untuk berkembang, seperti halnya tim pekerja lapangan di industri apa pun. Karenanya, soft skill memberi kita keunggulan di ruang kerja dibandingkan AI.
Namun, soft skill asing bagi mesin dengan kecerdasan buatan. AI tidak dapat mengembangkan soft skill yang penting untuk pengembangan dan pertumbuhan di tempat kerja.
Mengembangkan keterampilan ini membutuhkan tingkat penalaran dan kecerdasan emosional yang lebih tinggi.
Kelima, manusia membuatnya beroperasi. Tidak akan pernah ada AI tanpa kecerdasan manusia. Istilah kecerdasan buatan berarti manusia yang merancangnya.
Manusia menulis baris kode yang digunakan untuk mengembangkan AI. Data yang dioperasikan oleh mesin AI diinput oleh manusia. Dan manusialah yang menggunakan mesin ini.