KOMPAS.com - Unggahan yang menyebutkan anak lulus SMA berusia 18-19 tahun sulit menentukan jurusan kuliah baru-baru ini viral di media sosial Twitter.
Hal tersebut dibagikan akun Twitter ini pada Selasa (2/5/2023).
Dalam unggahan tersebut, warganet berpendapat kesulitan menentukan jurusan itu membuat kuliah hanya dilaksanakan secara formalitas dan tidak digunakan saat bekerja.
"Keputusan memilih jurusan kuliah terlalu besar dan berat untuk bocah yang baru lulus SMA (18-19 tahun)," ujar pengunggah.
"Akhirnya kita mengambil kuliah sebagai formalitas aja. Jurusannya ya kira-kira aja. Setelah kerja banyak banget yang nggak sesuai jurusan atau ya ilmunya nggak benar-benar terpakai," lanjutnya.
Lalu, mengapa lulusan SMA sulit menentukan jurusan kuliah dan adakah solusi atas kondisi ini?
Baca juga: 6 PTN yang Buka Jalur Mandiri Pakai Nilai UTBK 2023, Mana Saja?
Keputusan memilih jurusan kuliah teralu besar dan berat untuk bocah yang baru lulus SMA (18-19 tahun). Akhirnya kita ngambil kuliah sebagai formalitas aja. Jurusannya ya kira-kira aja. Setelah kerja banyak banget yang ga sesuai jurusan. Atau ya ilmunya ga bener-bener kepake. https://t.co/vRLoB4RXBE
— Ogie Hartantyo (@ogiehart) May 2, 2023
Baca juga: 10 Jurusan Kuliah Paling Disesali Setelah Lulus, Apa Saja?
Baca juga: Ramai soal Waktu Survei Lokasi Tes UTBK, SNPMB: Kebijakan Pusat UTBK
Baca juga: Pendaftaran Kuliah Gratis di Polteknaker Dibuka, Simak Syarat dan Jadwalnya
Pengamat pendidikan Ina Liem mengungkapkan, remaja yang baru lulus SMA akan sulit memilih jurusan kuliahnya karena memang sedang masuk dalam fase usia galau.
"Proses memilih jurusan memang seharusnya tidak dilakukan seorang diri," ujarnya kepada Kompas.com, Kamis (4/5/2023).
Menurut Ina, setiap anak membutuhkan bimbingan dari orang tua dan pihak sekolah. Namun, mereka sering kali tidak menjalankan tugasnya dalam membimbing anak. Kondisi ini membuat seorang remaja berat untuk membuat keputusan memilih jurusan.
Selain itu, Ina juga menyoroti sistem pendidikan Indonesia yang hanya berfokus pada materi pembelajaran. Sistem ini membuat sekolah kurang memerhatikan bakat-bakat anak.
"Selama berpuluh-puluh tahun, sistem pendidikan kita kan berfokus pada konten, satu arah, anak dijejali dengan hafalan materi," lanjutnya.
Baca juga: Saat Kurikulum Merdeka Belajar Akan Menghapus Jurusan IPA, IPS, dan Bahasa di SMA...
Sebagai contoh, bakat anak tidak tertera di nilai rapor. Akibatnya, bidang-bidang yang membutuhkan bakat tersebut terlewati saat menentukan jurusan kuliah.
Di sisi lain, Ina juga menyoroti cara pembelajaran di sekolah dan minat anak terhadap suatu bidang. Anak mungkin memiliki minat, namun cara pengajaran yang salah membuat hal itu tidak berkembang.
"Kadang anak tidak berminat ke kimia, padahal yang tidak diminati teori kimianya. Tapi kalau cara belajarnya relevan, misalnya diajak membuat shampo, mungkin jadi berminat," ujar dia mencontohkan.
Baca juga: Cerita Mahasiswa STMIK Tasikmalaya, Nasib Tidak Jelas Setelah Kampus Mendadak Tutup