KOMPAS.com - Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas 2023 diperingati pada Selasa, 2 Mei 2023.
Pemerintah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional, bertepatan dengan hari kelahiran sosok pelopor pendidikan, Ki Hadjar Dewantara.
Sosok Ki Hadjar Dewantara dinilai berkontribusi penting bagi pendidikan Indonesia karena perjuangannya sebagai perintis pendidikan bagi kaum pribumi di era penjajahan Belanda.
Untuk itu, sejarah Hari Pendidikan Nasional juga menjadi sejarah Ki Hadjar Dewantara dalam memperjuangkan pendidikan rakyat Indonesia.
Lantas, seperti apa sosok Mantan Menteri Pengajaran Republik Indonesia ini?
Baca juga: Sejarah Hari Pendidikan Nasional yang Diperingati pada 13 Mei 2022
Ki Hadjar Dewantara, bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, lahir di Pakualaman, Yogyakarta, pada 2 Mei 1889.
Dikutip dari Kompas.com (13/5/2022), Ki Hadjar Dewantara tumbuh di keluarga kaya dan berkesempatan mengenyam bangku pendidikan pada masa Hindia Belanda.
Kala itu, kebijakan Hindia Belanda hanya memperbolehkan anak-anak Belanda dan kaum priayi yang bisa menempuh pendidikan.
Sementara itu, kaum pribumi lain tidak bisa menikmati pendidikan barang secuil pun. Kebijakan ini yang kemudian ditentang oleh Ki Hadjar Dewantara.
Kritik terhadap kebijakan pemerintah kolonial menyebabkan ia diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangoenkusumo.
Ketiganya kemudian dikenal sebagai "Tiga Serangkai".
Kembali dari pengasingan, Ki Hadjar Dewantara mendirikan lembaga pendidikan Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa atau Perguruan Nasional Taman Siswa pada 3 Juli 1922 di Yogyakarta.
Lembaga ini bertujuan memberikan hak pendidikan yang sama bagi pribumi jelata Indonesia, sama halnya dengan hak kaum priayi dan orang-orang Belanda.
Selain mendirikan lembaga pendidikan, ia juga aktif menulis dengan tema pendidikan dan kebudayaan berwawasan kebangsaan.
Melalui tulisan-tulisan inilah, Ki Hadjar Dewantara berhasil meletakkan dasar-dasar pendidikan nasional bagi bangsa Indonesia.
Baca juga: Mengenang Bu Kasur, Pencipta Lagu yang Dedikasikan Hidup untuk Pendidikan Anak
Sosok Ki Hadjar Dewantara terkenal akan kutipan yang menjadi semboyan pendidikan Indonesia, yakni "Tut Wuri Handayani".
Secara lengkap, semboyan dalam bahasa Jawa tersebut adalah "Ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani".
Dilansir dari Kompas.com (2/5/2021), Ki Hadjar Dewantara merupakan menteri pendidikan pertama di Indonesia.
Sosoknya diamanati sebagai Menteri Pengajaran Indonesia pada Kabinet Presiden Soekarno.
Ki Hadjar Dewantara juga merupakan pahlawan nasional kedua yang ditetapkan Presiden pada 28 November 1959.
Penetapan tersebut berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 305 Tahun 1959 tertanggal 28 November 1959.
Melalui surat keputusan yang sama, dirinya turut ditetapkan sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Bahkan, harian Kompas pada 2 Mei 1968 melaporkan, Ki Hadjar Dewantara mendapatkan penghargaan dari pemerintah atas jasa-jasanya.
Sebab, sosoknya dianggap telah memelopori sistem pendidikan nasional berbasis kepribadian dan kebudayaan nasional.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Lahirnya Pak Kasur, Tokoh Pendidikan Indonesia
Bukan hanya di dunia pendidikan, Bapak Pendidikan Nasional juga tercatat pernah berkiprah sebagai wartawan.
Dia pernah bekerja untuk beberapa surat kabar seperti Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetoesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.
Ia juga aktif dalam organisasi sosial dan politik, salah satunya organisasi Budi Utomo.
Pada 25 Desember 1912, Ki Hadjar Dewantara bersama rekan tiga serangkai mendirikan Indische Partij.
Namun, organisasi tersebut ditolak oleh Belanda dan diganti dengan membentuk Komite Bumiputera pada 1913.
Komite tersebut bertujuan untuk melancarkan kritik terhadap Pemerintah Belanda yang bermaksud merayakan 100 tahun kebebasan negeri Belanda dari penjajahan Perancis dengan menarik pajak dari rakyat kecil.
Ki Hadjar Dewantara pun mengkritik perayaan tersebut melalui tulisan yang berjudul "Als Ik Eens Nederlander Was" (Seandainya Aku Seorang Belanda) dan "Een voor Allen maar Ook Allen voor Een" (Satu untuk Semua, tetapi Semua untuk Satu Juga).
Karena tulisan tersebut, Ki Hadjar Dewantara ditangkap dan dibuang ke Pulau Bangka. Namun, ia bernegosiasi untuk dibuang ke Belanda dan diizinkan oleh Belanda.
(Sumber: Kompas.com/Nur Fitriatus Shalihah | Editor: Rendika Ferri Kurniawan)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.