Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Alexander Aur
Dosen Filsafat Universitas Pelita Harapan

Pengajar filsafat pada Universitas Pelita Harapan, Karawaci, Banten.

Gerakan Relasi Ekologis dan Hak Anak atas Kualitas Hidup

Kompas.com - 12/04/2023, 17:49 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund) dalam laporan berjudul “The climate crisis is a child rights crisis” tahun 2021 menyatakan bahwa di seluruh dunia ada sekitar 820 juta anak menghadapi resiko gelombang panas dan 400 juta anak hidup di wilayah rawan badai siklon.

Selain itu, sekitar 330 juta anak rentan terhadap dampak bajir ekstrem. Sebanyak 240 juta anak terancam banjir rob. Sejumlah 920 juta anak tidak terpenuhi kebutuhan air bersih. Sebanyak 600 juta anak berpotensi tertular berbagai jenis penyakit (Kompas, 2 Maret 2023).

Untuk konteks Jakarta dan kota-kota besar lain di Indonesia, anak-anak pun berada dalam ancaman tidak memperoleh udara bersih. Sebanyak 10.000 anak meninggal dunia dan 5.000 anak rawat inap karena sakit saluran pernafasan. Sakit yang disebabkan oleh polusi udara (Kompas, 31 Maret 2023).

Baca juga: Kiamat Ekologis, Krisis yang Tidak Terasa

Data tersebut melahirkan pertanyaan berikut: apa ancaman ekologis yang menyebabkan anak-anak tidak terpenuhi hak atas kualitas hidup? Pertanyaan ini penting untuk direfleksikan karena data tersebut menunjukkan secara terang-benderang bahwa anak-anak di berbagai negara, termasuk Indonesia, berada dalam ancaman kehilangan hak atas kualitas hidup.

Kualitas hidup adalah proses pertumbuhan dan perkembangan secara maksimal baik dimensi biologis, dimensi psikologis, dimensi kognisi, maupun dimensi spiritual secara seimbang dan sesuai dengan pertambahan usia setiap tahun.

Ancaman kehilangan hak anak atas kualitas hidup berakar pada kualitas lingkungan yang buruk. Relasi ekologis yang timpang antara manusia dan lingkungan menyebabkan lingkungan yang tidak berkualitas dan tidak mendukung pertumbuhan serta perkembangan semua dimensi dalam diri anak.

Jadi, hak anak atas kualitas hidup ditentukan oleh relasi ekologis yang seimbang antara manusia dan alam.

Konflik Ekologis

Kualitas lingkungan yang tidak mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak bertumpu pada konflik ekologis. Data ancaman terhadap kualitas hidup anak di seluruh dunia pada awal tulisan ini menunjukkan bahwa konflik ekologis merupakan persoalan serius dewasa ini dan di masa depan.

Bila tidak diatasi mulai dari sekarang, kualitas hidup anak yang terancam akan menjadi bom waktu bagi kualitas manusia di masa depan. Dampak lebih lanjut adalah indeks kualitas warga negara pun akan mengalami penurunan signifikan.

Pusat konflik ekologis adalah relasi tidak seimbang antara manusia dan alam. Bagi ahli biologi Ernst Häckel, ekologi merupakan teropong ilmiah terhadap interaksi aneka bentuk kehidupan dengan lingkungannya (Kristina Grossmann, 2022).

Dalam teropong ini interaksi manusia dengan lingkungan alam merupakan salah satu hal yang penting diperhatikan semua pihak karena terkait langsung dengan pemenuhan hak anak-anak atas kualitas hidup.

Salah satu bentuk interaksi manusia dengan lingkungan alam adalah menjadikan alam sebagai komoditas ekonomi. Ekspansi ekonomi pasar bebas yang meluas di seluruh dunia sejak tahun 1980-an telah menggerakkan berbagai pihak untuk menjadikan lingkungan alam sebagai komoditas ekonomi.

Bisnis bahan bakar fosil, alih fungsi hutan hujan tropis untuk industri perkebunan monokultur dan pertambangan mineral, merupakan tindakan-tindakan manusia paling menonjol dalam menjadikan lingkungan alam sebagai komoditas ekonomi. Bahkan tindakan-tindakan tersebut dijadikan sebagai andalan utama pertumbuhan ekonomi sebuah negara.

Menjadikan alam seperti itu merupakan bentuk relasi ekologis yang tidak seimbang antara manusia dan alam. Inilah konflik ekologis yang berdampak buruk dan langsung bagi anak-anak.

Dengan demikian, hak anak-anak atas kualitas hidup tidak terpenuhi baik pada masa sekarang maupun di masa depan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com