Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Remaja di Deli Serdang Bunuh dan Perkosa Balita 4 tahun, Bisakah Dihukum Kebiri?

Kompas.com - 02/03/2023, 08:00 WIB
Alicia Diahwahyuningtyas,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Warganet di Twitter sempat ramai soal kasus pembunuhan dan pemerkosaan balita berusia 4 tahun yang pelakunya merupakan AP (17), warga desa Payagambar, Kecamatan Batang Kuis, Deli Serdang, Sumatera Utara.

Unggahan itu diunggah di akun ini pada Kamis, (23/2/2023) yang menunjukkan pelaku adalah seorang remaja sekolah menengah atas. Tampak, wajah pelaku memar seperti dipukuli.

"KALIAN UDAH LIAT INI SUMPAH JAHAT BANGET KAYAK SETAN KELAKUANNYA, SELAIN DAVID INI JUGA HARUS DIRAMEIN GUYSS. NANGIS BANGET BACANYA ANAK KECIL 4 TAHUN LOH ????," tulis pengunggah.

Baca juga: Kronologi Remaja 17 Tahun Bunuh dan Cabuli Balita di Deli Serdang Usai Nonton Film Porno

Respons warganet

Hingga Sabtu (25/2/2023), unggahan itu telah dijangkau sebanyak 3,2 juta kali, di-retweet sebanyak 10.300, dan mendapatkan lebih dari 3.500 komentar dari warganet.

Beberapa warganet bertanya terkait dengan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual.

"Serius, pelaku pelecehan seksual bisa dikebiri gak sih? tit*tnya diputus gt biar gabisa nafsu" an lagi," tulis akun ini.

"Nahhh gue juga suka mikir gini anjir, kek buat pelaku pelecehan atau pedofil tuh bisa g hukuman nya tuh dipotong aja itunya biar dia bener” gabisa gunain itunya lagi gitu, soalnya gue mikir kalo cuma dipenjara kalo dia keluar juga dia bisa perbuat kaya gitu lagi," kata akun ini.

Lantas, apakah pelaku kejahatan seksual bisa dihukum kebiri?

Baca juga: Di Korea Selatan, Pelaku Kejahatan Seksual Dipasangi Gelang Kaki Elektronik

Penjelasan ahli hukum

Ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Surakarta Muchamad Iksan menyampaikan, hukuman kebiri bisa diberlakukan pada pelaku kekerasan seksual terhadap anak. 

Hal itu tercantum dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan terhadap UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang telah menambahkan jenis pidana tambahan baru yaitu kebiri kimia.

Hukuman pidana kebiri kimia itu dilaksanakan dan telah diatur dalam PP. No. 70 Tahun 2020 tentang tata cara pelaksanaan tindakan kebiri kimia, pemasangan alat pendeteksi elektronik, rehabilitasi, dan pengumuman identitas pelaku kekerasan seksual terhadap anak.

"Adanya sanksi tersebut digunakan untuk mencegah, mengatasi, serta memberikan efek jera terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak," ungkapnya kepada Kompas.com, Sabtu (25/2/2023).

Iksan mengatakan, bahkan terhadap terpidana dapat ditanam chip untuk mendeteksi keberadaan terpidana untuk memantau pergerakannya supaya tidak mengulangi kejahatan kekerasan seksual lagi.

Selain itu, ia juga mengatakan bahwa pemberlakuan hukuman kebiri jika dilihat secara yuridis sudah mulai berlaku.

"Secara yuridis sudah berlaku, tapi apakah sudah ada yang dihukum itu, saya kurang tahu," ungkapnya.

Sementara itu di sisi lain, ia juga menjelaskan bahwa hukuman kebiri tersebut bisa dilakukan jika pelaku kejahatan seksual itu melakukan kejahatan pada banyak korban.

"Saya kira kalau terdakwanya residivis, dilakukan secara berulang dan banyak memakan korban, maka hukuman tambahan itu cukup layak supaya tidak menimbulkan korban yang lebih banyak," jelasnya.

Baca juga: Cerita Warganet Alami Pelecehan Seksual di Transjakarta, Pelaku Sempat Dikejar Petugas

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

23 Kata Tertua di Dunia yang Sudah Berusia 15.000 Tahun, Beberapa Masih Digunakan hingga Kini

Tren
5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

5 Destinasi Wisata Dunia Khusus Pria, Wanita Dilarang Masuk

Tren
5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

5 Teleskop Terbesar di Dunia, Ada yang Diameternya Mencapai 500 Meter

Tren
11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

11 Tanda Seseorang Mengalami Demensia, Salah Satunya Melupakan Nama Teman Dekat

Tren
Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: 'Track Record' Baik

Ramai soal Menantu Anwar Usman Ditunjuk Jadi Direktur Pemasaran dan Operasi PT Patra Logistik, Pertamina: "Track Record" Baik

Tren
Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Pertama Kali di Dunia, Hiu Macan Muntahkan Ekidna, Mamalia Berduri Mirip Landak

Tren
Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Ramai soal Besaran Iuran BPJS Kesehatan Akan Disesuaikan dengan Gaji per Juli, Ini Faktanya

Tren
Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Peneliti: Virus Covid-19 Dapat Bertahan dalam Sperma Selama Berbulan-bulan sejak Terinfeksi

Tren
Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Benarkah Air Tebu Akan Basi 15 Menit Setelah Diperas? Ini Kata Ahli Gizi UGM

Tren
Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Apakah BPJS Kesehatan Menanggung Biaya Pengobatan dan Cabut Gigi Bungsu?

Tren
Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Apa Itu Pupuk Kompos? Berikut Manfaatnya bagi Tanah dan Tanaman

Tren
Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Usai Menyesal, Menteri Basuki Klarifikasi Tapera Ditunda dan Bakal Lapor Jokowi

Tren
Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Nasib Mahasiswa UM Palembang Pelaku Plagiat Skripsi, Gagal Wisuda dan Diskors

Tren
Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Air Terjun di China Tuai Protes karena Mengalir dari Pipa Buatan Manusia

Tren
Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Suntik KB pada Kucing Disebut Bisa Picu Kanker, Benarkah?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com