KOMPAS.com - Istilah justice collaborator ramai diperbincangkan dalam kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat.
Dalam kasus tersebut, Bharada Richard Eliezer atau Bharada E mengajukan permohonan diri sebagai justice collaborator kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Permohonan status justice collaborator Elizer pun dikabulkan hakim dalam sidang vonis kasus tersebut. Hal tersebut mempengaruhi vonis hukuman Eliezer menjadi lebih ringan, yaitu 1 tahun 6 bulan. Ia awalnya dituntut 12 tahun penjara.
Lalu, apa itu justice collaborator?
Baca juga: Profil Wahyu Iman Santoso, Ketua Majelis Hakim yang Jatuhkan Vonis Mati pada Ferdy Sambo
Berdasarkan buku Perlindungan Hukum Whistleblower & Justice Collaboration Organized Crime karya Lilik Mulyadi, justice collaborator dikenal juga sebagai saksi pelaku yang bekerja sama.
Justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu yang mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, dan memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan.
Status justice collaborator diberikan kepada salah satu pelaku yang mau bersaksi di pengadilan atas tindakan kejahatan yang dilakukannya. Namun, ia bukanlah pelaku utama.
Isilah ini berbeda dari whistleblower atau pelapor tindak pidana yang melaporkan suatu kejahatan tapi bukan bagian dari pelakunya.
Penerapan justice collaborator memiliki beberapa dasar hukum di Indonesia, antara lain yaitu:
1. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
2. Peraturan Pemerintah No. 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1999 tentang Tata Cara dan Syarat Pelaksanaan Warga Binaan Pemasyarakatan.
3. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2011 tentang Perlakuan bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator).
4. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Komisi Pemberantrasan Korupsi, dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) No. M.HH11.HM.03.02.th.2011, No. PER-045/A/JA/12/2011, No. 1 Tahun 2011, No. KEPB-02/01-55/12/2011, No. 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama.
5. Peraturan Menteri No. 3 Tahun 2018 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.
Baca juga: Apa Itu Ultra Petita dalam Vonis Ferdy Sambo, Putri, dan Kuat Maruf?
Justice collaborator bukanlah sebatas pelaku yang menginginkan keringanan hukuman dari hakim. Lebih dari itu, ia memiliki peran penting untuk membuka suatu kejahatan.
Dilansir dari laporan penelitian Mahkamah Agung berjudul Perlindungan Hukum terhadap Whistleblower dan Justice Collaborator dalam Upaya Penanggulangan Organized Crime, berikut pertimbangan suatu kasus memerlukan peran seorang saksi pelaku.