Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rahmat Hidayat Pulungan
Wakil Sekjen PBNU

Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama

Religion Twenty (R20) sebagai Sumber Etik

Kompas.com - 28/10/2022, 20:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AGAMA adalah ajaran ilahiah yang umurnya setua nafas manusia itu sendiri. Wilhelm Schmidt dalam artikel populernya berjudul The Origin of the Idea of God (1912) menyatakan, ide keagamaan seperti monoteisme merupakan kreasi pemikiran tertua dalam sejarah manusia.

Manusia memerlukan dan menggunakan agama untuk menerangi jalan kehidupan, menciptakan perdamaian dan membentuk peradaban.

Agama kemudian menjalin relasi yang seimbang dengan urusan politik yang memberikan kerangka etik dalam membangun negara dan peradaban. Fungsi elegan dari agama dalam perkembangannya kemudian diselewengkan menjadi alat kepentingan politik dan kekuasaan hegemonik.

Baca juga: Gus Yahya Sebut R20 Akan Bahas Upaya Jadikan Agama sebagai Solusi, Bukan Masalah

Kekaisaran Romawi misalnya menggunakan agama sebagai bahasa politik untuk penindasan. Kemudian Eropa pernah terkungkung oleh inkuisisi gereja yang menjadi simbol pengekangan masyarakat pada abad pertengahan.

Lebih jauh, otoritas kekaisaran di sebagian besar Eropa termasuk Turki menggunakan agama untuk melegitimasi peperangan dan perluasan wilayah.

Trauma historis

Peperangan, penindasan, dan pengekangan yang menyeret serta agama pada gilirannya menjadi tren yang menyisakan trauma, sehingga perlawanan terhadap politisasi agama terus dinyalakan di berbagai belahan dunia.

Salah satunya seperti yang terjadi di Eropa ketika zaman Renaissance. Tetapi sejarah kelam itu tidak langsung lekang dalam memori kolektif umat manusia, setidaknya sampai berakhirnya Perang Dunia II.

Memori kolektif tentang kepedihan peristiwa berbau agama membuat dunia kemudian memasuki fase post-religion, yakni suatu fase di mana wajah negara-negara tidak lagi menampilkan karakteristik imperium agama. Baik bercorak Kristen maupun khilafah Islam.

Gerakan untuk mendirikan negara Islam juga dianggap sebagai gerakan pinggiran terutama sejak lahirnya era negara bangsa dan pesatnya kemajuan teknologi.

Tetapi aktivisme yang menanamkan dan mengupayakan bangkitnya nilai Islam sebagai ideologi kekuasaan hegemonik tidak sepenuhnya padam. Penanaman ideologi keagamaan yang konservatif itu terus eksis meski di atas tanah tandus.

Tanah yang tandus itu suatu ketika bisa berubah menjadi subur bila dunia modern abai terhadap fase ini. Nyatanya politisasi agama menampilkan gejala yang sudah menjadi fenomena tidak hanya di Indonesia tetapi juga dalam skala global dewasa ini.

Inisiasi R20

Situasi ini juga dirasakan betul oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Sebagai bagian dari komunitas global, Nahdlatul Ulama (NU) melalui Ketua Umum KH Yahya Cholil Staquf berinisiatif untuk menciptakan dialog kolektif yang mempertemukan semua tokoh agama di dunia.

Sebagaimana diketahui kesempatan baik tersebut akan dihelat dalam forum Religion Tweenty (R20) sebagai kegiatan tambahan dalam G2O yang diselenggarakan di Bali.

Baca juga: R20 Ingin Dorong Konsensus Pemimpin-pemimpin Agama untuk Politik dan Ekonomi di Dunia

Kiai Yahya tidak menginginkan agama kembali dianggap menghadirkan trauma dan sebagai sumber persoalan. Untuk itu dirinya mendorong agar semua pemimpin agama di berbagai negara bersatu guna mewujudkan agama sebagai solusi global.

Karena ancaman di masa depan memiliki banyak variabel potensial yang tidak hanya berhubungan dengan krisis energi, pemanasan global dan kelangkaan pangan. Tetapi juga mencakup persoalan gerakan konservatif keagamaan yang bisa menggangu stabilitas dunia.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com