Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tragedi Estadio Nacional Peru 1964, Korban Tewas 328, Ini Penyebabnya

Kompas.com - 02/10/2022, 13:45 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Kerusuhan Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, Sabtu (1/10/2022) menyebabkan 129 korban meninggal dunia.

Kerusuhan terjadi seusai pertandingan Arema FC versus Persebaya Surabaya yang berkesudahan 2-3 untuk tim tamu.

Suporter tuan rumah yang kecewa lalu merangsek ke stadion dan dibalas dengan halauan oleh petugas keamanan.

Polisi juga melepaskan tembakan gas air mata sementara di tribun penonton masih dipenuhi suporter tuan tumah.

Polri mengklaim penembakan gas air mata sudah sesuai dengan prosedur, meskipun aturan sebaliknya menyebutkan FIFA telah melarang penggunaan gas air mata di stadion.

Baca juga: 127 Tewas, Laga Arema FC Vs Persebaya Jadi Salah Satu Pertandingan Paling Mematikan dalam Sejarah

Pertandingan sepak bola paling mematikan dalam sejarah, laga Arema FC vs Persebaya, Minggu (1/10/2022) menewaskan sedikitnya 127 orang. priceonomics.com Pertandingan sepak bola paling mematikan dalam sejarah, laga Arema FC vs Persebaya, Minggu (1/10/2022) menewaskan sedikitnya 127 orang.

Tragedi di stadion terbanyak dalam sejarah

Korban tewas akibat Kerusuhan Kanjuruhan dilaporkan berada di urutan kedua terbanyak kedua dalam sejarah pertandingan sepak bola.

Urutan pertama pertandingan sepak bola paling mematikan di dunia adalah saat Peru menjamu Argentina, di Estadio Nacional, Lima, Peru 24 Mei 1964.

Dikutip dari BBC, pertandingan tersebut menjadi bencana di stadion terburuk.

Kejadian bermula saat tuan rumah tertinggal 0-1 dari Argentina dalam babak kualifikasi untuk turnamen sepak bola Olimpiade Tokyo.

Tuan rumah kemudian menyamakan kedudukan, namun gol dianulir oleh wasit asal Uruguay Ángel Eduardo Pazos.

Keputusan dari wasit itu membuat marah para penggemar Peru, yang memutuskan untuk menyerbu lapangan.

Baca juga: Mengenang Bencana Estadio Nacional Peru, Tragedi Sepak Bola Paling Mengerikan di Dunia, 300 Orang Tewas

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

 

Polisi menembakkan gas air mata

Suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/9/2022) malam.(KOMPAS.com/SUCI RAHAYU) Suasana di area Stadion Kanjuruhan Kepanjen, Kabupaten Malang, seusai kericuhan penonton yang terjadi seusai laga pekan ke-11 Liga 1 2022-2023 bertajuk derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya, Sabtu (1/9/2022) malam.

Polisi membalas dengan menembakkan gas air mata ke kerumunan untuk mencegah lebih banyak penggemar menyerbu lapangan permainan.

Namun hal itu justru menyebabkan kepanikan.

Kematian terutama terjadi dari orang-orang yang menderita pendarahan internal atau sesak napas akibat berdesak-desakan saat berusaha untuk keluar stadion.

Dilaporkan pertandingan tersebut disaksikan sekitar 53.000 penonton atau 5 persen populasi Ibu Kota Lima.

Penonton yang panik menuruni tangga dan pintu yang tertutup.

Semua yang meninggal terbunuh di tangga hingga ke permukaan jalan, sebagian besar karena pendarahan internal atau asfiksia.

Jumlah korban tewas resmi adalah 328, tetapi ini mungkin terlalu rendah karena kematian akibat tembakan tidak dihitung dalam perkiraan resmi.

Jumlah ini lebih tinggi daripada mereka yang tewas dalam bencana Hillsborough, kebakaran Bradford, bencana Heysel, bencana Ibrox 1971, bencana Ibrox 1902, dan bencana Burnden Park digabungkan.

Baca juga: Bahaya Gas Air Mata dan Larangan FIFA soal Penggunaannya di Stadion

Tragedi Hillsborough

Sementara tragedi di sepak bola terbanyak ketiga mengutip CGTN, adalah Tragedi Hillsborough di Inggris yang menewaskan 96 orang.

Pertandingan tersebut adalah semifinal Piala FA antara Liverpool dan Nottingham Forest pada 15 April 1989.

Penyebabnya karena membludaknya suporter yang ingin menyaksikan laga semifinal Piala FA itu, sehingga ketika gerbang stadion dibuka banyak suporter yang berdesak-desakan memasuki stadion. 

Kondisi selanjutnya suporter ricuh dan terjadi saling himpit dan mulai kesulitan bernapas dan mulai jatuh bertumbangan.

Seorang mantan kepala polisi dan mantan pejabat klub sepak bola diadili terkait dengan kejadian tersebut. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.


Terkini Lainnya

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com