Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
M Sofyan Pulungan
Dosen

Staf pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI)

Belajar dari Masyarakat Hukum Adat untuk Membangun Ekonomi Nasional

Kompas.com - 23/08/2022, 11:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PULIH Lebih Cepat, Bangkit Lebih Kuat. Inilah tema besar peringatan hari ulang tahun (HUT) ke 77 kemerdekaan Republik Indonesia tahun ini.

Dalam Pidato Kenegaraan pada 16 Agustus 2022, Presiden Joko Widodo mengungkapkan fundamental ekonomi Indonesia tetap sangat baik di tengah perekonomian dunia yang sedang bergejolak. Pulih lebih cepat dan bangkit lebih kuat memang sudah semestinya menyasar semua lini, termasuk ekonomi.

Sebagai salah satu pilar penting dalam berbangsa dan bernegara, ekonomi harus dibangun dalam akar, fondasi, dan fundamental yang kuat. Di antara hal penting yang mampu menciptakan fundamental ekonomi yang kuat adalah keberadaan regulasi.

Baca juga: Pemerintah Bakal Jahit Regulasi Ekonomi Digital di Setiap K/L

Apa rujukan membuat regulasi ekonomi

Regulasi akan membimbing arah pembangunan nasional dan perlindungan bagi masyarakat. Lantas, apa yang semestinya menjadi akar dan rujukan saat pemerintah menyusun sebuah peraturan ekonomi?

Sejatinya, jawaban akan pertanyaan itu sudah tertulis secara gamblang dalam Pasal 33 UUD 1945. Bila makna yang terkandung dalam ketentuan Pasal 33 UUD 1945 ditelaah secara historis dan filosofis, maka dalam sistem ekonomi nasional kepentingan nasional seharusnya dituangkan dalam kebijakan hukum yang berorientasi kepada kepentingan rakyat kecil, seperti kelompok petani, nelayan, buruh, atau pedagang kecil.

Sistem ekonomi yang berorientasi kepada kepentingan rakyat kecil disebut dengan beberapa istilah, seperti sistem ekonomi Pancasila atau sistem ekonomi kerakyatan. Di dalam Pasal 33 UUD 1945, tercantum sebuah nilai luhur yang sudah berlaku ratusan bahkan ribuan tahun di bumi Nusantara.

Baca juga: Hari Internasional Masyarakat Adat, Direktorat KMA Gelar Lokakarya Pelestarian Obat Herbal

Nilai kegiatan ekonomi tersebut adalah asas kekeluargaan. Kita bisa belajar dari cara-cara kesatuan masyarakat hukum adat menjalankan kegiatan ekonomi berdasarkan asas kekeluargaan.

Misalnya, sektor pertanian di Kasepuhan Ciptagelar di Jawa Barat, kerajinan tenun di Nagari Pandai Sikek di Sumatera Barat, jasa pariwisata di Desa Adat Penglipuran, dan pengelolaan keuangan mikro melalui LPD di Desa Adat Kedonganan di Bali. Beberapa praktek di atas membuktikan betapa asas kekeluargaan menjadi faktor sangat penting dalam penyusunan dan melaksanakan kegiatan ekonomi masyarakat adat sampai saat ini.

Berdasarkan praktek keempat kesatuan masyarakat hukum adat di atas, ada empat nilai yang selama ini dijalankan kesatuan masyarakat hukum adat dan patut ditiru pemerintah ketika menyusun sebuah regulasi ekonomi. Nilai-nilai ini sangat sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Pertama, nilai kebersamaan. Nilai kebersamaan mengandung makna bahwa regulasi ekonomi seharusnya berdasarkan kepentingan banyak orang yang diwujudkan dalam nilai atau asas kekeluargaan.

Pada asas kekeluargaan, nilai perseorangan diharmonisasikan dalam kerangka besar nilai kebersamaan. Hak perseorangan tetap diakui, tetapi penggunaan hak tersebut tidak boleh mengabaikan kewajiban sebagai anggota masyarakat.

Ini artinya bahwa setiap hak perseorangan pada dasarnya tidak bersifat mutlak, namun selalu berfungsi sosial. Nilai ini sangat relevan dengan sila ketiga Pancasila: Persatuan Indonesia.

Kedua, nilai spritualitas. Nilai spritualitas mengandung makna bahwa regulasi ekonomi seharusnya bersumber dari moralitas yang hidup dalam masyarakat.

Bagi kesatuan masyarakat hukum adat, segala kegiatan ekonomi dan setiap keterlibatan anggota masyarakat di dalamnya adalah bagian dari menjalankan nilai spritualitas dalam kehidupan keseharian sebagai insan manusia maupun menjalankan perintah kekuatan yang menguasainya. Nilai ini sesuai dengan sila pertama Pancasila: Ketuhanan Yang Maha Esa.

Ketiga, nilai musyawarah mufakat. Nilai musyawarah mufakat mengandung makna bahwa regulasi ekonomi seharusnya didasarkan pada demokrasi ekonomi dengan melibatkan seluas-luasnya partisipasi masyarakat terutama para pemangku kepentingan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com