Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Di Mana Bumi Dipijak, di Sana Langit Dijunjung

Kompas.com - 21/07/2022, 05:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SEBAGAI seorang warga Indonesia yang merasa diri sok terpelajar maka sok modern, adalah wajar apabila saya merasa yakin maka mengaku diri sama sekali tidak percaya takhayul.

Maka ketika mempergelar sebuah acara kesenian di sebuah gedung kesenian di Jakarta (yang tidak perlu saya sebut namanya agar saya tidak dituduh melakukan pencemaran nama baik gedung kesenian tersebut) secara perwira saya mengabaikan saran agar sebelum mempergelar acara di gedung kesenian tersohor angker itu saya wajib menyelenggarakan upacara slametan.

Bagi saya upacara slametan adalah sesuatu bentuk ritual takhayul yang sangat memalukan sebab sama sekali tidak masuk akal sehat manusia terpelajar dan sama sekali bukan citra manusia modern.

Maka acara kesenian segera saya selenggarakan tanpa didahului upacara slametan seperti yang sudah lazim saya selalu lakukan pada masa saya belajar dan mengajar di Jerman.

Mujur tak bisa diraih nahas tak bisa ditolak di tengah alur pergelaran mendadak seorang seniwati menjerit keras lalu menjatuhkan tubuhnya ke lantai panggung sambil meronta-ronta seperti orang kesurupan.

Saya anggap peristiwa misterius itu sekadar sebuah ihwal kebetulan belaka sebagai semacam ekspresi histeria personal sambil menolak adanya keterkaitan dengan tidak adanya upacara slametan sebelum acara pergelaran dimulai.

Kemudian pada lain kesempatan saya mengundang seorang pianis dari Jerman untuk mempergelar resital piano tunggal di gedung kesenian yang sama tentu saja tanpa didahului upacara slametan yang saya yakin secara psikokultural tidak ada kaitan dengan seorang pianis Jerman.

Mendadak ketika gladi resik sontak sang pianis jatuh terjerembab dari atas panggung ke lantai auditorium penonton seolah sebagai peringatan spiritual agar saya menyelenggarakan upacara slametan sebelum konser dimulai di gedung kesenian tersohor angker.

Karena sang pianis ternyata tidak terluka akibat kejatuhannya dan tetap mampu tampil di atas panggung gedung kesenian tersohor angker itu, maka saya tetap nekad menyelenggarakan konser tanpa diawali upacara slametan.

Ternyata konser berlangsung sukses meski ternyata ada seorang teknisi tata panggung yang bertugas di belakang layar panggung mendadak jatuh pingsan entah kenapa.

Kemudian saya menyelenggarakan konser dengan orkestra secara tentu saja tetap tanpa didahului upacara slametan.

Semula saya menduga bahwa konser terselenggara mulus tanpa insiden karena saya tidak diberitahu bahwa seorang pemain biolin mendadak sontak tiada hujan tiada angin tak sadar diri sampai harus diangkut dengan ambulans ke ICU rumah sakit terdekat.

Syukur alhamdullilah setiba di rumah sakit sang biolinis mendadak sadar diri sehingga dinyatakan oleh para dokter dan perawat ICU sebagai sehat walafiat.

Sejak rentetan peristiwa misterius yang semula saya anggap sekadar fenomena takhayulomologis serba kebetulan semata itu akhirnya saya tidak mau ambil risiko.

Setiap kali sebelum menyelenggarakan pergelaran kesenian di persada Nusantara tercinta ini, saya memutuskan untuk bersikap secara lebih bijak, yaitu saya senantiasa wajib mengawalinya dengan upacara slametan.

Silakan cemooh saya sebagai manusia terbelakang yang tidak terpelajar maka sama sekali tidak modern sehingga akhirnya percaya takhayul.

Namun mohon dimaafkan bahwa kini saya sudah tersadar atas makna kearifan yang terkandung di dalam peribahasa di mana bumi, di sana langit dijunjung. Merdeka !

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Tren
Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com