Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Martinus Ariya Seta
Dosen Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

Hobi membaca dan jalan-jalan. Saat ini sedang menempuh studi doktoral dalam bidang Pendidikan Agama di Julius Maximilians Universität Würzburg

Menggemakan Narasi Reparatif dari Korban Terorisme

Kompas.com - 05/07/2022, 06:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sayang sekali, harapan ini tidak kesampaian. Si pelaku meninggal di tahanan pada awal Maret 2021. Keadilan tidak harus dipahami secara retributif. Keadilan retributif menitikberatkan unsur restitusi, yaitu kesetimpalan hukuman dengan tindak kejahatan.

Keadilan dapat juga dipahamai secara reparatif yang lebih menitikberatkan langkah perbaikan, baik pada korban maupun pelaku (Walker 2010).

Romo Prier adalah contoh korban yang sudah sampai pada tahap menghidupi keadilan reparatif. Dalam tahap ini, solidaritas dan empati lebih dikedepankan daripada superioritas. Aib orang lain dapat memunculkan superioritas bagi diri seseorang. Akan tetapi, Romo Prier mengajarkan bahwa aib orang lain justru menumbuhkan rasa solidaritas dan empati.

Sampai saat ini, Romo Prier selalu mendoakan pengampunan bagi si pelaku meskipun sang pelaku sudah meninggal. Penulis membayangkan seandainya korban dan pelaku dapat berangkulan dan berbicara empat mata. Atau, korban dan pelaku duduk satu meja dan saling menertawakan diri mereka sendiri atas apa yang telah terjadi dengan diri mereka. Tentu cerita akan semakin lengkap dan keren.

Sebenarnya jalan sudah terbuka. Korban sudah memaafkan pelaku. Hanya tinggal menunggu kisah dari sang pelaku. Sayang sekali, Tuhan terlebih dahulu memanggil si pelaku.

Teror dan narasi ketakutan

Terorisme hendaknya dipahami tidak semata-mata sebagai aksi kekerasan secara fisik, tetapi juga sebuah perang narasi. Schmid (1988) membedakan antara target of violence dan target of attention. Keduanya merupakan bagian yang saling berkaitan di dalam sebuah aksi terorisme.

Jika dilakukan pembobotan, maka target of attention melebihi target of violence. Korban adalah target of violence dan ini sifatnya instrumental. Tujuan utama dari tindakan terorisme dalah narasi ketakuan dan kehebohan di tengah masyarakat (McCormick, 2003). Inilah yang dimaksud dengan target of attention.

Perang terhadap terorisme menjadi rumit karena yang harus dihadapi bukan hanya pelaku, tetapi juga target of attention (baca: narasi). Oleh karena itu, bisa saja terjadi winning the battle, but losing the war sebagaimana diungkapkan oleh Leuprecht et al (2009). Artinya, negara berhasil menangkap atau melumpuhkan pelaku, tetapi tidak mampu membendung narasi ketakutan yang muncul dari sebuah aksi terorisme.

Narasi ketakutan ini dapat berujung pada perpecahan di tengah masyarakat. Selama ini, narasi utama yang sering digaungkan dalam melawan terorisme adalah nasionalisme dan agama yang anti kekerasan. Penulis yakin ini baik dan harus dilakukan. Ini semua banyak dilakukan oleh para agamawan, intelektual, dan politikus dengan merujuk pada ayat-ayat kitab suci, undang-undang, teori filsafat, dan sebagainya.

Baca juga: Anak Mantan Teroris dan Korban Terorisme Akan Diberi Beasiswa Perguruan Tinggi

Bagaimana seandainya korban diberi panggung yang lebih luas untuk menebarkan narasi reparatif (baca: perbaikan)? Narasi para korban juga punya kedahsyatan. Narasi korban adalah sebuah kesaksian. Sedangkan narasi pihak ketiga adalah diskursus yang kental dengan nuansa intelektual.

Ini bukanlah persoalan siapa yang benar dan siapa yang salah. Ada hal mendasar dari sebuah kesaksian yang tidak dapat digantikan oleh sebuah diskursus. Korban adalah pihak memang mencicipi alias benar-benar mengalami. Sebuah kebenaran yang dicicipi atau dialami akan jauh lebih dahsyat.

Ada momen kairos yang unik dan momen seperti ini tidak muncul dalam sebuah diskursus. Momen kairos bersifat personal. Ini adalah momen dimana seseorang benar-benar mencicipi dan mengalami luka dan kegetiran. Ini adalah momen ketika seseorang benar-benar membangun kekuatan untuk memaafkan, bangkit dari keterpurukan, dan membangun niat yang tulus untuk berempati dengan pelaku.

Momen seperti ini hanya dimiliki oleh korban. Di sinilah sumber kedahsyatan narasi korban.

Penutup

Dari mana datangnya cahaya terang? Kenapa kita tidak berani mengatakan dari korban. Penulis yakin, banyak korban memiliki kualifikasi semacam ini. Hanya saja, kisah mereka kurang digemakan. Sayang sekali, jika keteladanan semacam ini tidak disebarluaskan.

Korban mampu mengajarkan sebuah kearifan dan menunjukkan jalan terang. Bangsa Indonesia menghadapi tantangan yang besar untuk mempertahanankan kerekatannya. Semoga kita tidak terjebak dalam winning the battle, but losing the war.

Kisah korban dapat menjadi dahaga perekat bangsa kita yang sedang dilanda darurat narasi kebangsaan. Narasi korban layak untuk diberi tempat untuk mengisi kelangkaan narasi kebangsaan yang menyatukan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Profil Bambang Susantono dan Dhony Rahajoe, Kepala dan Wakil Kepala IKN yang Mengundurkan Diri

Tren
Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

Heboh Orang Ngobrol dengan Layar Bioskop di Grand Indonesia, Netizen: Sebuah Trik S3 Marketing dari Lazada Ternyata

BrandzView
Pelari Makassar Meninggal Diduga 'Cardiac Arrest', Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Pelari Makassar Meninggal Diduga "Cardiac Arrest", Kenali Penyebab dan Faktor Risikonya

Tren
Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Respons MUI, Muhammadiyah, dan NU soal Izin Usaha Tambang untuk Ormas

Tren
Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Cara Mengurus Pembuatan Sertifikat Tanah, Syarat dan Biayanya

Tren
Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Mengenal Teori Relativitas Albert Einstein, di Mana Ruang dan Waktu Tidaklah Mutlak

Tren
Ahli Klaim Pecahkan Misteri Lokasi Lukisan Mona Lisa Dibuat, Ini Kotanya

Ahli Klaim Pecahkan Misteri Lokasi Lukisan Mona Lisa Dibuat, Ini Kotanya

Tren
Gaji Ke-13 PNS Cair Mulai Hari Ini, Cek Penerima dan Komponennya!

Gaji Ke-13 PNS Cair Mulai Hari Ini, Cek Penerima dan Komponennya!

Tren
Rujak dan Asinan Indonesia Masuk Daftar Salad Buah Terbaik Dunia 2024

Rujak dan Asinan Indonesia Masuk Daftar Salad Buah Terbaik Dunia 2024

Tren
Tak Hanya Menggunakan Suara, Kucing Juga Berkomunikasi dengan Bantuan Bakteri

Tak Hanya Menggunakan Suara, Kucing Juga Berkomunikasi dengan Bantuan Bakteri

Tren
Sosok dan Kejahatan Chaowalit Thongduang, Buron Nomor Satu Thailand yang Ditangkap di Bali

Sosok dan Kejahatan Chaowalit Thongduang, Buron Nomor Satu Thailand yang Ditangkap di Bali

Tren
Cara Mendapatkan Kartu BPJS Ketenagakerjaan Digital melalui Jamsostek Mobile

Cara Mendapatkan Kartu BPJS Ketenagakerjaan Digital melalui Jamsostek Mobile

Tren
9 Rekomendasi Makanan yang Membantu Menunjang Fungsi Otak, Apa Saja?

9 Rekomendasi Makanan yang Membantu Menunjang Fungsi Otak, Apa Saja?

Tren
Meski Kaya Kolagen, Ini Jenis Kulit Ikan yang Tak Boleh Dimakan

Meski Kaya Kolagen, Ini Jenis Kulit Ikan yang Tak Boleh Dimakan

Tren
Bentuk Bumi Disebut Bukan Bulat Sempurna tapi Berbenjol, Ini Penjelasan BRIN

Bentuk Bumi Disebut Bukan Bulat Sempurna tapi Berbenjol, Ini Penjelasan BRIN

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com