Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komarudin Watubun
Politisi

Komarudin Watubun, SH, MH adalah anggota Komisi II DPR RI; Ketua Pansus (Panitia Khusus) DPR RI Bidang RUU Otsus Papua (2021); pendiri Yayasan Lima Sila Indonesia (YLSI) dan StagingPoint.Com; penulis buku Maluku: Staging Point RI Abad 21 (2017).

Big Data, Intelijen, dan Pertahanan Keamanan Negara

Kompas.com - 18/06/2022, 10:16 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Begitu pula, Constantiou Ioana asal Copenhagen Business School (Denmark) dan Jannis Kallinikos asal The London School of Economics and Political Science, London, Inggris (2015:44-57) menyebut tren big data awal abad 21 melahirkan new games dan new rules yang memengaruhi intelijen strategis dan kualitas tiap keputusan warga dan negara.

Sebagai disiplin ilmu dan profesi, intelijen strategis selama ini sangat bergantung pada intel (human spies/humint), sinyal (sigint) hasil sadap, image-citra (imint) hasil indera dan intai, sumber publik (open sources/osint) (Lim, 2016), pengalihan, intelektualitas, desepsi, dan pertahanan. Kini diperlukan sinergi SDM dan aplikasi AI untuk big data.

Maka kini negara perlu merumuskan taksonomi kompetensi, ketrampilan, dan keahlian big data. Banyak ahli akhir-akhir ini, misalnya Stefan Debortoli et al. (2014), Russell et al. (2010), Eckerson (2004), Hostmann et al. (2010), Schlegel et al. (2013), Van Roekel et al. (2009), Lahrmann et al. (2011), Dinter (2012), dan Cates et al. (2005) membuat model akademis (SDM) kompetensi big data khusus intelijen bisnis.

Sedangkan riset dan kajian Russell et al. (2010) fokus pada model-model aplikasi teknologi AI. Schlegel et al. (2013) menyusun jenis-jenis kemampuan intelijen bisnis berbasis teknologi misalnya pelaporan, OLAP, dan visualisasi. Reputasi suatu brand produk diperkuat melalui pantau data media sosial; rumah sakit meningkatkan keselamatan pasien berbasis rekaman dan catatan kesehatan atau bank melawan fraud melalui analisa rangkaian-waktu perdagangan (Wu et al., 2015: 1-4).

Big data berbasis algoritma atau AI sangat berperan dalam varian-varian ‘medan perang’ (warfare) akhir-akhir ini dan pembuatan keputusan di berbagai level pemerintahan dan organisasi usaha, intelijen, strategi, dan implementasi keputusan (Nada Elhendy et al, 2016).

Maka big data mewakili tren teknologi paling strategis dan vital seperti nano-teknologi dan komputer quantum sejak awal abad 21. Dinamika global ini menghasilkan era baru collective intelligence atau datafication (Mayer-Schönberger and Cukier, 2013).

Big data mencakup audio, video, website log files, data spasial, data lokasi-geo, XML data, multimedia, clickstreams, teks (terstruktur, semi-terstruktur, tidak terstruktur) banyak platform seperti komunikasi mesin-ke-mesin, situs media sosial, jaringan sensor, sistem siber-fisik, dan internet of things (IoT)  yang memengaruhi mata rantai pembuatan keputusan dan pelaksanaannya dari pemerintah, warga negara, usaha, dan swasta (Turban et al, 2007).

Big data dan pertahanan keamanan negara

Riset Dobre dan Xhafa (2014) menyebutkan, tiap hari seluruh dunia menciptakan sekitar 2,5 quintiliun bytes data yang hampir 90 persen tidak terstruktur. Gantz dan Reinsel (2012) memperkirakan bahwa tahun 2020, lebih dari 40 zettabytes (atau 40 triliun gigabytes) data dihasilkan, diimitasi, dan diakses di seluruh dunia.

Praktik-praktik big data, misalnya, terhadap data pribadi saat ini tidak dikumpulkan untuk tujuan terbatas, khusus, dan transparan, yang menjamin perlindungan data dan privasi; tetapi, big data ibarat versi baru dari kegiatan intelijen terhadap sasaran orang tertentu, data, atau tersangka.

Big data melipatgandakan surveilens melalui jaringan dan teknologi informasi. Hasil observasi Sean Gallagher (2013), misalnya, menyebut National Security Agency (NSA) dari AS memiliki akses informasi melalui Tempora atau PRISM dari Google, dan berdasarkan Foreign Intelligence Act, NSA dapat menelusuri orang-orang tertentu sebagai target.

Baca juga: ELSAM Sebut Perlindungan Data Pribadi di Bawah Kominfo Bukan Opsi Terbaik, Mengapa?

Program PRISM mungkin memberi akses langsung NSA ke server Apple, Facebook, Google, Microsoft, Skype, Yahoo, dan YouTube. Akibatnya, kontrol enkripsi dan privasi menjadi tidak berfungsi (Gellman and Poitras, 2013). Program Co-Traveler NSA, misalnya, menggunakan teknik matematika guna memetakan pola hubungan pengguna telepon sebagai target operasi intelijen. Proses ini melibatkan pelacakan, agregasi, referensi silang yang merupakan beberapa sisi teknis big data (David Lyon, 2014:4).

Pada Januari 2014, Presiden AS Barack Obama merilis kebijakan “comprehensive review of big data and privacy” pasca rilis data oleh Edward Snowden. Pemerintah AS merancang aturan baru koleksi data oleh National Security Agency (NSA) AS tentang kebiasaan telepon masyarakat AS atau informasi pribadi orang-orang tertentu sebagai target operasi (Savage, 2013; Gellman and Soltani, 2013).

Rilis kebijakan Presiden Obama itu merespons Edward Snowden menyingkap data
pada 6 Januari 2013, yang dirilis oleh The Guardian (Inggris) bahwa Foreign Intelligence Surveillance Court (FISC) dari NSA mewajibkan raksasa telekomunikasi Verizon menyerahkan jutaan (meta-data) panggilan telepon warga AS ke Federal Bureau of Investigation (FBI) dan NSA (Greenwald, 2013).

Perlindungan privasi, hak-hak warga-negara, keamanan dan surveilens menjadi isu penting tata kelola big data tiap negara. Sebab koleksi data bisnis dan surveilens pemerintah melalui big data, misalnya, berisiko menerabas privasi dan hak warga negara (McQuillan, 2015). Misalnya, data-base skala besar tentang warga negara berisiko dicuri dan amalgamasi data warga negara secara online juga berisiko terhadap keamanan masyarakat.

Apalagi data-data pribadi mudah dikenal dari data visual, audio, hingga image sebagai data biometrik warga negara. Bagaimana data ini dapat diakses dan disalahgunakan kini menjadi isu penting big data (RT Ford, 2000). Karena sistem surveilens berbasis teknologi algoritma big data dapat mengenali dan mengelompokan masyarakat yang berisiko terhadap privasi dan keamanan masyarakat.

Desain robot kini dapat mengunduh dan melakukan tindakan tertentu berbasis data
big data. Robot-robot, tulis Calo (2014), dirancang sebagai “piranti lunak swa-belajar” (selflearning software) yang otomatis, dengan risiko penerapan teknologi yang tidak terduga dan mungkin berbahaya dari teknologi seperti drone, mobil-robot, dan robot-medis.

Pasal 32 ayat (2) UUD 1945 menetapkan, “Usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara
Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung.” Partisipasi rakyat dapat terwujud melalui tata kelola dan kapitalisasi nilai-nilai atau manfaat big data era digital kini dan ke depan.

Maka tiba saatnya, pemerintah dan rakyat perlu mengkapitalisasi AI, algoritma dan otomatisasi big data guna mewujudkan cita-cita kemerdekaan bangsa dan pelaksanaan tugas konstitusional pemerintah sesuai amanat Pembukaan UUD 1945. Hal-hal ini, menurut Medina (2015), tentu berkaitan dengan legislasi dan regulasi negara bidang data (pribadi), keterbukaan informasi publik, aplikasi teknologi, privasi, keamanan, surveilens, transaksi elektronik, dan hak-hak warga negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com