KOMPAS.com - Di tengah masyarakat kita, khususnya di media sosial, ketika ada seseorang yang memiliki wajah rupawan namun melakukan pekerjaan yang dianggap kelas rendah, maka akan dengan cepat menjadi pusat perhatian.
Misalnya yang tengah banyak menjadi pembicaraan saat ini, yakni gadis remaja yang dinilai memiliki paras cantik, namun melakoni pekerjaan sebagai badut pengamen di jalanan.
Pengamen yang diketahui bernama Elin tersebut direkam oleh seorang pengguna mobil saat ia tengah melakoni pekerjaannya.
Saat itu ia mengenakan kostum badut berwarna merah jambu dan membawa kaleng plastik berwarna hijau untuk menampung uang pemberian pengguna jalan.
Video itu kemudian tersebar luas di media sosial hingga menjadi viral.
Banyak simpati dan pujian yang diberikan kepada Elin, bahkan berujung ia jadi sering diundang menjadi bintang tamu di program siaran televisi juga YouTube.
Tidak ada yang salah dengan pujian dan apresiasi yang diberikan itu, namun ada hal yang membuat netizen bertanya-tanya.
Yakni ada satu lagi badut cilik yang saat itu terekam tengah mengamen bersama Elin, namun sosoknya tidak mendapatkan perhatian yang sama meski profesi yang dilakukan sama-sama sebagai badut pengamen.
"Keadilan sosial bagi seluruh rakyat goodlooking," tulis salah satu akun di TikTok.
"Kasian yang sebelah," tulis akun lainnya.
Baca juga: Video Viral Kapal seperti Melayang di Laut, Bagaimana Bisa?
Fenomena semacam ini bukan hal yang baru di Indonesia. Sudah beberapa kali hal serupa terjadi.
Lantas, apa penjelasan dari sosiolog terkait kecenderungan masyarakat yang mudah memberi simpati lebih pada kalangan yang dianggap memiliki paras cantik atau tampan?
Guru Besar Sosiologi Universitas Gadjah Mada, Prof Sunyoto Usman menjelaskan bahwa di masyarakat ada anggapan bahwa seseorang yang berparas rupawan dan melakukan pekerjaan yang dianggap bergengsi adalah hal biasa.
Namun, jika yang terjadi adalah sebaliknya, maka itu dianggap sebagai anomali yang akan menarik perhatian.
"Gadis cantik yang bekerja 'white color' misalnya sekretaris, pegawai bank, dan sebagainya, sudah biasa dan banyak. Kalau gadis cantik yang bekerja 'blue color' layak dapat atensi," jelas Usman saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (14/5/2022).
Baca juga: Video Viral Serbuan Belalang Kembara di Sumba, Begini Penjelasan Ahli
Jadi, ketika ada unggahan yang menunjukkan anomali tersebut, maka akan dengan mudahnya mendapat atensi di media.
"Fokus media adalah pada atensi. Atensi biasanya yang mampu menjungkirbalikkan persepsi publik," ujar Usman.
Jadi, anggapan bahwa pemilik paras rupawan yang melakukan pekerjaan rendah layak mendapat perhatian sesungguhnya tidak hanya berlaku di media sosial, namun juga di masyarakat itu sendiri.
"Saya kira begitu. Sesuatu yang 'menarik' dan yang 'lucu' (hampir sama) yang bisa jungkirbalikkan persepsi publik," pungkas Usman.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.