Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meteor Antarbintang Pertama yang Menabrak Bumi Jatuh di Papua Nugini

Kompas.com - 18/04/2022, 08:05 WIB
Nur Fitriatus Shalihah,
Inten Esti Pratiwi

Tim Redaksi

Batu itu terbakar dengan energi yang setara dengan sekitar 110 metrik ton TNT. Hujan puing-puingnya masuk ke kedalaman Samudra Pasifik.

Meteor biasa memasuki atmosfer Bumi, akan tetapi yang tidak biasa dari meteor ini adalah kecepatannya yang sangat tinggi, arahnya yang tidak biasa sehingga bertemu planet ini, serta asalnya dari ruang antarbintang.

Sensor pada satelit rahasia pemerintah AS yang dirancang untuk mendeteksi peluncuran rudal asing adalah satu-satunya saksi bola api tersebut.

Karena kerjasama dari Departemen Pertahanan AS dan NASA, akhirnya data yang menggambarkan peristiwa tersebut dibagikan ke database publik oleh Pusat Studi Objek Dekat Bumi (CNEOS).

Peneliti Amir Siraj terlibat dalam penelitian tentang meteor ini pada April 2019. Saat itu penasihat akademisnya di Harvard, ahli astrofisika Avi Loeb, membawa katalog bola api CNEOS kepadanya.

Kemudian sekitar 8 bulan mereka mempelajari Oumuamua, objek yang diidentifikasi pada Oktober 2017 sebagai objek antarbintang (objek dari luar tata surya) pertama yang masuk ke tata surya.

Namun mereka kemudian mempertimbangkan kemungkinan adanya meteor lain yang lebih dulu datang ke Bumi, yaitu bola api Pulau Manus 2014.

Setelah mempelajari kecepatan meteor itu, disimpulkan bahwa bola api tersebut adalah yang pertama kali menghantam Bumi.

Baca juga: Edwin Hubble, Tokoh Astronomi yang Berjasa di Bidang Kosmologi

Sifat antarbintang objek 2014 itu membawa konsekuensi yang menarik. Menurut Siraj, ada kemungkinan lebih banyak meteor antarbintang yang dapat ditemukan.

Kecepatannya yang relatif tinggi menunjukkan bahwa meteor itu bisa saja dikeluarkan dari jauh di dalam sistem planet lain, yang relatif dekat dengan bintangnya.

Hal itu mengejutkan karena sebagian besar objek antarbintang justru berasal dari daerah circumstellar yang jauh di mana kecepatan lepasnya lebih rendah, yaitu awan komet yang ada di pinggiran banyak sistem bintang.

Penyelidikan lebih lanjut dari sifat yang diamati dari meteor 2014 dapat mengungkapkan wawasan baru tentang lingkungan antarbintang lokal.

Mengamati meteor antarbintang yang terbakar secara real time akan memungkinkan untuk mempelajari komposisinya, menghasilkan wawasan baru tentang kimia sistem planet lain.

Saat ini Siraj bekerja sama dengan Alan Stern, penyelidik utama misi New Horizons NASA, sedang mengembangkan konsep misi luar angkasa ke beberapa objek antarbintang di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com