Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Jangan Rusak Persatuan Indonesia

Kompas.com - 15/04/2022, 05:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KEKERASAN ragawi yang dilakukan para oknum terhadap Ade Armando yang menenggelamkan berita polemik Dokter Terawan, kenaikan harga minyak goreng dan minyak bumi mau pun isu presiden tiga periode jelas tidak bisa dibenarkan dengan alasan apa pun juga.

Namun fakta bahwa di antara ribuan warga yang hadir pada unjuk rasa massal di depan selasar gedung DPR/MPR/DPD hanya Ade Armando yang menjadi korban penganiayaan pada hakikatnya menarik untuk disimak secara lebih cermat dan seksama.

Beberapa kesimpulan bisa ditarik dari peristiwa tragis tersebut antara lain bahwa para penganiaya yang menganiaya Ade Armando pasti memiliki alasan tersendiri.

Kecuali para penganiaya kebetulan menyandang gangguan kesehatan jiwa sehingga melakukan penganiayaan tanpa alasan.

Satu di antara sekian banyak alasan adalah perasaan dendam terhadap Ade Armando yang kerap melontarkan ucapan keras terhadap pihak tertentu.

Tampaknya kesempatan jumpa dengan Ade Armando di tengah hiruk-pikuk demo 114 didayagunakan oleh pihak pendendam untuk melampiaskan dendam kesumat dengan melakukan kekerasan ragawi terhadap Ade Armando.

Jelas perlakuan kekerasan ragawi sebagai pelampiasan dendam terhadap Ade Armando tidak dapat dibenarkan sebab tidak adil melampiaskan dendam terhadap pelaku kekerasan verbal dengan kekerasan ragawi.

Di sisi lain peristiwa buruk tersebut dimanfaatkan oleh para simpatisan Ade Armando untuk mencurigai pihak lawan politik sebagai pelaku atau penanggung jawab sehingga para relawan pejabat tinggi tertentu dicurigai sebagai dalang penganiayaan 114.

Tampaknya dendam kesumat akibat kalah dalam pemilu masih meradang meski badai pemilu sudah lama berlalu sehingga skandal penganiayaan 114 dimanfaatkan sebagai kesempatan melampiaskan dendam yang sebenarnya sudah kedaluwarsa.

Ada pula yang memanfaatkan kebebasan mengungkap pendapat di alam demokrasi melalui medsos untuk kreatif bikin berita sendiri berdasar kehendak dan selera masing-masing.

Terbukti ada yang kreatif bikin meme analisa penganiayaan 114 dengan menggunakan logo sebuah kantor berita yang bonafid, maka bisa dipercaya demi mendiskreditkan pihak tertentu yang tidak disukai oleh sang pembuat meme atau yang membayar honor sang pembuat meme.

Dari peristiwa tragedi penganiayaan 114 dapat disimpulkan bahwa (sebagian) warga Indonesia sedang positif terpapar virus kebencian sehingga menjadi bukan bucin tetapi budam alias
budak dendam.

Akibat polarisasi masyarakat pada masa pemilu, maka masyarakat Indonesia terpecah-belah yang pada hakikatnya jelas tidak selaras dengan makna adiluhur yang terkandung di dalam sila poros Pancasila, yaitu Persatuan Indonesia.

Sungguh sangat disayangkan bahwa gejala polarisasi yang membuat (sebagian) masyarakat menjadi bipolar, bahkan multipolar ternyata masih berkelanjutan meski pemilu sudah lama usai.

Lazimnya pihak yang kalah menjadi budam akibat terlalu lama mengidap dendam kesumat tak terlampiaskan terhadap yang menang sehingga dendam kesumat berkelanjutan membara meski atau justru akibat pemilu sudah berakhir.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

[POPULER TREN] Suhu Panas Menerjang Indonesia di Awal Mei 2024 | Jadwal Laga Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23

[POPULER TREN] Suhu Panas Menerjang Indonesia di Awal Mei 2024 | Jadwal Laga Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23

Tren
Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah Diminta Mundur

Kemendikbud: Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah Diminta Mundur

Tren
Covid-19 Varian FLiRT Terdeteksi di AS, Memicu Peringatan Lonjakan Kasus di Musim Panas

Covid-19 Varian FLiRT Terdeteksi di AS, Memicu Peringatan Lonjakan Kasus di Musim Panas

Tren
Machu Picchu dan Borobudur

Machu Picchu dan Borobudur

Tren
6 Kebiasaan Sederhana yang Membantu Meningkatkan Angka Harapan Hidup

6 Kebiasaan Sederhana yang Membantu Meningkatkan Angka Harapan Hidup

Tren
Bolehkah Memakai 'Pimple Patch' Lebih dari Sekali?

Bolehkah Memakai "Pimple Patch" Lebih dari Sekali?

Tren
Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Polisi dan Istri Brigadir RAT Beda Keterangan soal Keberadaan Korban Sebelum Tewas

Tren
Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Viral, Video Wisatawan di Curug Ciburial Bogor Kena Pungli, Pelaku Sudah Diamankan

Tren
Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Alasan Kapolri Buka Peluang Pengungkapan Kasus Meninggalnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Tren
Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Kasus KIP Kuliah, Undip: Mahasiswi Rela Mundur untuk Digantikan yang Lebih Butuh

Tren
2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

2 Cara Indonesia Lolos Olimpiade 2024 Paris

Tren
Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Timnas Indonesia Vs Irak Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Penjelasan Wakil Wali Kota Medan soal Paman Bobby Jadi Plh Sekda

Tren
Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Daftar Juara Piala Thomas dan Uber dari Masa ke Masa, Indonesia dan China Mendominasi

Tren
Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Video Viral Pria Ditusuk hingga Meninggal karena Berebut Lahan Parkir, Ini Kata Polisi

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com