Hal ini berarti pemerintah membatasi untuk harga BBM RON 92 dapat dijual oleh badan pengusaha penyedia BBM dengan harga setara atau di bawah Rp 14.526 per liter.
Agung mengatakan hingga kini pemerintah lewat Pertamina masih menjual BBM RON 92 dengan harga rendah.
"Pertamina saat ini masih mejual RON 92 atau Pertamax cukup rendah, sebesar Rp 9.000 per liter," ujar Agung.
Perlu diketahui, saat ini badan usaha penyedia BBM menjual bensin RON 92 dengan harga yang bervariatif, yakni di kisaran antara Rp 11.000-Rp 14.000 per liter.
Sedangkan PT Pertamina (Persero) masih menjual bensin Pertamax RON 92 dengan harga Rp 9.000 per liter.
Baca juga: Harga BBM Non Subsidi Naik, Apa Saja Jenisnya?
Di beberapa Negara Asia Tenggara rata-rata harga BBM nonsubsidi diperdagangkan lebih dari harga Rp 15.000. Berikut daftarnya:
Harga jual BBM nonsubsidi di beberapa negara tersebut selaras dengan tingginya harga minyak mentah dunia.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, saat ini harga minyak mentah dunia berada di atas 110 doLlar Amerika Serikat per barrel atau sekitar Rp 1.578.060.
Baca juga: Premium dan Pertalite Akan Dihapus, Apa Bedanya dengan Pertamax?
Dilansir dari Kompas.com (22/3/2022), peneliti Sektor Energi dari Purnomo Yusgiantoro Center (PYC) Massita Ayu Cindy menyarankan Pertamina untuk menaikkan harga BBM RON 92.
Hal tersebut dilakukan untuk menyesuaikan harga minyak mentah dunia dengan harga kenaikan tidak melebihi dari badan pengusaha penyedia BBM lain.
Kenaian harga Pertamax tersebut juga dapat menjadi momentum untuk mengambil pasar oleh Pertamina, karena kompetitor sudah menaikkan harga terlebih dahulu.
“Mungkin Rp 12.000 per liter, tapi kalau mau ambil pangsa pasar kompetitor, ya di bawah itu," kata Massita kepada media, secara virtual, Selasa (22/03/2022) sore.
Akan tetapi, untuk kenaikan harga Pertamax di pasaran tetap bergantung pada Pertamina dan pemerintah sebagai pemegang saham Pertamina.
Baca juga: Naiknya Harga Minyak Dunia dan Ancaman Melambungnya Harga Tiket Pesawat...
Massita menyarankan, jika terjadi kenaikan harga Pertamax nantinya jangan terlalu tinggi atau di bawah pesaing dari Pertamina.
Apabila harga Pertamax terlalu tinggi dinaikkan oleh pemerintah, maka berpotensi memicu perpindahan konsumsi BBM dari Pertamax ke Pertalite.
Pertalite saat ini dipastikan tidak mengalami kenaikan harga karena lebih banyak digunakan oleh masyarakat.
“Saya khawatir konsumen akan migrasi ke Pertalite (jika harga Pertamax naik terlalu tinggi). Akan mengganggu keuangan Pertamina dan pemerintah, sementara perekonomian mulai naik tapi belum stabil sepenuhnya,” ujarnya
Baca juga: Harga Minyak Dunia Meroket akibat Invasi Rusia, Mungkinkah Ada Kelangkaan Jilid 2?
(Sumber: Kompas.com/ Rully R. Ramli | Editor Akhdi Martin Pratama, Aprillia Ika)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.