KOMPAS.com - Stunting masih menjadi permasalahan serius yang dihadapi Indonesia khususnya di bidang kesehatan.
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 menyebutkan, angka kasus stunting di Indonesia mencapai 24,4 persen. Artinya, 1 dari 4 anak di Indonesia mengalami stunting.
Stunting merupakan permasalahan gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam jangka waktu yang lama
Pada 2019, angka stunting di Indonesia mencapai 27,7 persen. Jika dibandingkan dengan data 2020, angka tersebut mengalami penurunan.
Kendati demikian, penurunan angka kasus stunting di Indonesia masih jauh dari batas yang ditentukan oleh WHO, yakni 20 persen
Baca juga: Cegah Stunting dengan Konsumsi Telur...
Dokter spesialis anak Rumah Sakit UNS Maria Galuh menjelaskan, stunting merupakan kondisi di mana tinggi badan anak berada di bawah -2 kurva WHO.
Kasus stunting sering dikorelasikan dengan pendek. Padahal, kasus stunting tidak hanya sebatas pendek menurut standart WHO.
“Jika memang pendeknya adalah karena kekurangan asupan nutrisi, kemudian juga karena masalah gizi, maka itu stunting,” ujar Maria dalam seminar daring berjudul ‘Cegah Stunting, Menuju Indonesia Sehat’ belum lama ini.
Sebaliknya, jika kondisi pendek disebabkan karena hormon dan genetik maka hal itu bukanlah stunting.
Baca juga: Apa Itu Stunting? Ketahui Penyebab dan Pencegahannya
Penyebab stunting bisa lantaran beberapa hal, di antaranya:
Faktor utama penyebab stunting pada anak adalah kurangnya asupan gizi dan nutrisi sejak 1.000 hari pertama kehidupan (HPK).
Akibatnya, anak mengalami keterlambatan tumbuh kembang dan perkembangan otak yang terhambat.
“1.000 hari pertama kehidupan (hpk) itu berlangsung sejak janin terbentuk hingga balita usia 2 tahun. Periode ini disebut periode emas karena perkembangan otak bisa mencapai 80 persen sendiri,” terang Maria.
Baca juga: Hari Kesehatan Nasional, Terawan Soroti Layanan Kesehatan dan Stunting
Kasus stunting sering terjadi tanpa disadari sehingga terlambat ditangani.