Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ari Junaedi
Akademisi dan konsultan komunikasi

Doktor komunikasi politik & Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama.

Berita Duka Cita: Matinya Nurani di Musibah Erupsi Semeru

Kompas.com - 24/12/2021, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Partai politik pun menumpulkan nurani

Seperti berlomba menunjukkan tumpulnya nurani, di sekitaran lokasi pengungsian dan desa-desa yang dilanda erupsi juga bertebaran baliho dan spanduk dari tokoh partai politik.

Seakan menujukkan simpatinya yang paling dalam, justru munculnya wajah gambar para politisi ditambahi selarik kalimat penuh motivasi seakan “mengejek” penderitaan para pengungsi.

Seperti melupakan definisi komunikasi, para kreator spanduk atau baliho tokoh politik di lokasi pengungsian rupanya khilaf bahwa komunikasi adalah proses di mana dua orang atau lebih membentuk atau melakukan pertukaran informasi antara satu sama lain yang pada gilirannya terjadi saling pengertian yang mendalam (Everet M. Rogers & Lawrence Kincaid dalam Communication Network Toward a New Paradigm for Research, 1981).

Bagaimana mungkin “spanduk” bisa berdampak menimbulkan saling pengertian yang mendalam jika yang dibutuhkan para pengungsi saat ini adalah jaminan masa depan kehidupannya setelah sandang pangannya tercerabut karena musibah?

Bagaimana tega jika yang dipikirkan partai politik hanyalah elektabilitas dan popularitas sang tokoh, sementara persoalan kebutuhan para pengungsi seperti kesehatan, pendidikan dan rasa aman masih menjadi persoalan keseharian?

Salah satu tujuan berkomunikasi menurut mendiang Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Prof. Onong Uchjana Effendy dalam bukunya “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi” (2003) adalah menghibur.

Penyampaian rasa simpati kepada warga yang bersedih, misalnya, adalah bentuk komunikasi.

Alih-alih menghibur, jika mau obyektif justru munculnya spanduk atau baliho dari partai politik di sejumlah lokasi bencana lebih banyak menuai kecaman.

Selain tidak mempertimbangkan sensivitas perasaan korban, juga seakan mengolok intelektual publik bahwa urusan “capres” jauh lebih penting daripada sekedar simpati berupa bantuan materi.

Beruntungnya, tanpa pandang bulu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Lumajang segera menertibkan baliho partai politik yang berterbaran di desa-desa terdampak erupsi Gunung Semeru.

Selain tidak berizin, pemasangan baliho juga melanggar prosedur sehingga harus ditertibkan.

Sekitar 33 baliho bergambar tokoh partai politik yang berada di Kecamatan Candipuro hingga ke arah Gladak Perak diturunkan (Cnnindonesia.com, 23 Desember 2021).

Fenomena selfi dan piknik di lokasi erupsi

Duka yang masih melanda para korban erupsi Gunung Semeru juga tidak dihiraukan oleh wisatawan dadakan.

Mereka kerap mendatangi lima dusun yang masuk kategori zona merah bencana erupsi seperti Curah Kobokan, Kajar Kuning, Kamar Kajang, Renteng dan Gondeli.

Aneka foto dan video yang diunggah para wisatawan nir simpati di linimasa seakan menjadikan bencana dan penderitaan warga sebagai obyek turisme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com