Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jannus TH Siahaan
Doktor Sosiologi

Doktor Sosiologi dari Universitas Padjadjaran. Pengamat sosial dan kebijakan publik. Peneliti di Indonesian Initiative for Sustainable Mining (IISM). Pernah berprofesi sebagai Wartawan dan bekerja di industri pertambangan.

Moderasi Politik Ganjar Pranowo

Kompas.com - 24/12/2021, 05:55 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Alasan utamanya adalah karena Jokowi cenderung lebih fleksibel dalam ideologi dan lebih akseptabel dari sisi latar belakang politik.

Jokowi tidak terikat secara penuh oleh suara captive partai yang berpeluang membuat perolehan suaranya terkunci pada kategori pemilih tertentu.

Begitu juga di laga 2014. Elektabilitas Jokowi secara personal yang cukup tinggi, berpadu dengan akseptabilitas publik Jokowi di hadapan kalangan non PDI-P, didongkrak pula dengan sosok JK yang diterima di NU dan Golkar, membuat Jokowi menjadi pilihan satu-satunya yang masuk akal secara matematika politik, ketimbang Megawati yang ketika itu terkesan sangat ingin maju pasca SBY selesai menjabat.

Posisi Jokowi di PDI-P hampir mirip SBY di Demokrat tahun 2004, sekalipun peran keduanya berbeda di dalam partai.

Tapi yang jelas, keduanya sama-sama bisa diterima di dalam dan di luar partai alias tidak tergantung pada "captive voter" dari partai sepenuhnya.

Bahkan, pencalonan SBY ataupun Jokowi menjadi salah satu faktor krusial dalam menambah raihan suara partai (coat-tail effect) karena memiliki sisi yang tidak terlalu fanatis kepada salah satu ideologi.

Tak berbeda dengan Joe Biden saat berhadapan dengan Donald Trump, misalnya, sebagai contoh pembanding lain.

Partai Demokrat tahun 2019-2020 menyadari bahwa melawan Donald Trump yang super kanan (far right) tidak bisa dengan kandidat yang super kiri (far left), karena akan mengunci pemilih pada "captive voter" masing-masing partai.

Dengan kata lain, Demokrat harus menghadirkan kandidat yang "center left" untuk meraih suara-suara yang tercecer oleh Donald Trump karena fanatisme kanannya.

Dan Joe Biden adalah kandidat yang tepat, bukan Bernie Sanders atau Elizabeth Warren, yang cenderung sangat ke kiri.

Menghadirkan Bernie Sanders atau Elizabeth Warren sebagai calon presiden akan membuat suara Partai Demokrat terkunci pada kalangan "left" dan "far left" di dalam partai.

Hal semacam itulah yang dialami oleh Hillary Clinton di tahun 2016.

Hillary Clinton adalah representasi dari "liberal wing" atau "Clintonian" di dalam Partai Demokrat, yang menjadi kompetitor kontradiktif dari kelompok "far left" besutan Bernie Sanders cs.

Walhasil, Bernie Sanders tidak meng-endorse Hillary Clinton secara ekplisit sehingga sebagian pendukung Partai Demokrat sayap kiri memilih tidak ke bilik suara ketimbang harus terjebak antara Hillary Clinton dan Donald Trump.

Sebagaimana telah disaksikan, meskipun mengantongi jumlah "popular vote" yang lebih banyak dibanding Donald Trump, Hillary Clinton tetap kekurangan kursi di Electoral College alias gagal melanjutkan estafet kepemimpinan Barrack Obama, yang cenderung agak miring ke kiri dari sisi kebijakan ekonomi pasca krisis finansial 2008 (pasca bailout Wall Street).

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Beli Elpiji Wajib Pakai KTP, Pertamina: Masyarakat yang Belum Daftar Masih Dilayani

Beli Elpiji Wajib Pakai KTP, Pertamina: Masyarakat yang Belum Daftar Masih Dilayani

Tren
Kata PBB, Uni Eropa, Hamas, dan Israel soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

Kata PBB, Uni Eropa, Hamas, dan Israel soal Usulan Gencatan Senjata di Gaza

Tren
Beda Kemenag dan MUI soal Ucapan Salam Lintas Agama

Beda Kemenag dan MUI soal Ucapan Salam Lintas Agama

Tren
Orang dengan Gangguan Kesehatan Ini Sebaiknya Tidak Minum Air Kelapa Muda

Orang dengan Gangguan Kesehatan Ini Sebaiknya Tidak Minum Air Kelapa Muda

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Juni 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Juni 2024

Tren
[POPULER TREN] Harga BBM Pertamina per 1 Juni 2024, Asal-usul Kata Duit

[POPULER TREN] Harga BBM Pertamina per 1 Juni 2024, Asal-usul Kata Duit

Tren
Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Bagaimana Cahaya di Tubuh Kunang-kunang Dihasilkan? Berikut Penjelasan Ilmiahnya

Tren
Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Moeldoko Sebut Tapera Tak Akan Senasib dengan Asabri, Apa Antisipasinya Agar Tak Dikorupsi?

Tren
Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tips Mengobati Luka Emosional, Berikut 6 Hal yang Bisa Anda Lakukan

Tren
Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Profil Francisco Rivera, Pemain Terbaik Liga 1 Musim 2023/2024

Tren
Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Benarkah Pakai Sampo Mengandung SLS dan SLES Bikin Rambut Rontok? Ini Kata Dokter

Tren
Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Dinilai Muluskan Jalan Kaesang, Ini Sosok Penggugat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Tren
Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Apa Itu Skala Waktu Greenwich Mean Time (GMT)? Berikut Sejarahnya

Tren
Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Gunung Semeru Hari Ini Erupsi 8 Kali, Tinggi Letusan 400 Meter

Tren
KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

KAI Ancam Pelaku Pelemparan Batu ke Kereta, Bisa Dipidana Penjara Seumur Hidup

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com