Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

7 Fenomena Astronomi Pekan Ketiga Desember 2021: Terjadi Dua Puncak Hujan Meteor

Kompas.com - 16/12/2021, 18:05 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pada pekan ketiga Desember 2021, ada tujuh fenomena astronomi yang akan terjadi.

Salah satunya, yakni puncak hujan meteor Coma Berenicid.

Hal itu sebagaimana disampaikan akun Instagram resmi Pusat Sains Antaraiksa Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Kamis (16/12/2021).

Baca juga: Warganet Keluhkan Suhu Panas Hari Ini, Berikut Penjelasan BMKG

Saat dikonfirmasi, Peneliti dari LAPAN-BRIN, Andi Pangerang membenarkan adanya tujuh fenomena astronomi pada pekan ketiga Desember 2021.

Andi mengatakan, informasi selengkapnya ada di laman http://edukasi.sains.lapan.go.id/.

"Sudah sesuai, memang yang ada di laman edusains menjadi bahan untuk konten di sosmed Lapan," ujarnya, saat dihubungi Kompas.com, Kamis (16/12/2021).

Baca juga: NASA Tawarkan Rp 502,3 Juta untuk Desain Toilet di Bulan

 
 
 
Lihat postingan ini di Instagram
 
 
 

Sebuah kiriman dibagikan oleh LAPAN (@lapan_ri)

Baca juga: Ramai soal Foto Aurora di Langit Yogyakarta, Ini Penjelasan Lapan

Penasaran fenomena astronomi apa saja yang akan terjadi pada pekan ketiga Desember 2021?

Fenomena astronomi pekan ketiga Desember 2021

16-17 Desember 2021: Konjungsi Bulan-Pleiades

Bulan berkonjungsi dengan Gugus Pleiades (Messier 44) di konstelasi Taurus pada pukul 04.01 WIB/05.01 WITA/06.01 WIT dengan sudut pisah 4,5 derajat.

Fenomena ini dapat disaksikan dari arah timur laut hingga barat laut sejak awal senja bahari (25 menit setelah terbenamnya Matahari) hingga awal fajar bahari (50 menit sebelum Matahari terbit) keesokan harinya.

Gugus Pleiades bermagnitudo +1,20 dan Bulan memasuki fase benjol/cembung awal dengan iluminasi antara 93,9−95,0 persen.

Baca juga: [HOAKS] Gunung Welirang Meletus Ditandai Langit Merah dan Petir

17 Desember 2021: Puncak hujan meteor Coma Berenicid

Ilustrasi hujan meteor. Fenomena puncak hujan meteor Monocerotid dan hujan meteor Chi-Orionid.Shutterstock Ilustrasi hujan meteor. Fenomena puncak hujan meteor Monocerotid dan hujan meteor Chi-Orionid.

Coma Berenicid adalah hujan meteor minor yang titik radian (titik asal kemunculan meteor) berada di dekat bintang Beta Leonis (Denebola/Asarfa) konstelasi Leo yang berbatasan dengan konstelasi Coma Berenices.

Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu benda langit yang tidak diketahui dan pertama kali diamati oleh Richard E. McCrosky dan Annette Posen.

Hujan meteor Coma Berenicid dapat disaksikan sejak pukul 00.15 waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam Matahari) dari arah Timur hingga Timur Laut (untuk pengamat di belahan di utara) atau Utara (untuk pengamatan di belahan selatan).

Baca juga: Soal Kilatan Cahaya dan Suara Dentuman di Gunung Raung, Ini Kata Lapan

Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia berkisar 2,6-2,9 meteor/jam (Sabang hingga Pulau Rote).

Hal ini dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 58,8-77,4 derajat arah utara, sedangkan intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 3 meteor/jam.

Pastikan cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar
medan pandang. 

Baca juga: Ramai soal Fenomena Pink Moon, Benarkah Bulan Berwarna Pink?

18-19 Desember 2021: Bulan Purnama Mikro (Micro Full Moon)

Ilustrasi bulan setengah lingkaran. Fenomena bulan setengah lingkaran, Bulan membentuk sudut siku-siku setelah fase bulan purnama dalam fase akhir Perbani.SHUTTERSTOCK/taffpixture Ilustrasi bulan setengah lingkaran. Fenomena bulan setengah lingkaran, Bulan membentuk sudut siku-siku setelah fase bulan purnama dalam fase akhir Perbani.

Bulan Purnama Mikro adalah fase Bulan Purnama yang waktu kejadiannya berdekatan dengan Apoge Bulan.

Bulan Purnama kali ini terjadi pada 19 Desember 2021 pukul 11.35 WIB dengan jarak geosentrik 405.935 kilometer dan lebar sudut 29,44 menit busur.

Bulan purnama mikro kali ini memiliki lebar sudut 12,9 persen lebih kecil dibandingkan dengan Bulan Baru super yang terjadi pada 4 Desember 2021.

Baca juga: Kenapa Sejumlah Daerah Terasa Dingin? Ini Penjelasan BMKG dan Lapan

Sedangkan Apoge Bulan sudah terjadi 26,5 jam sebelumnya, yakni pada 18 Desember pukul 08.58 WIB dengan jarak geosentrik 406.329 kilometer, lebar sudut 29,41 menit busur dan memasuki fase "hampir purnama" dengan ilumninasi 98,9 persen.

Bulan purnama mikro ini dapat disaksikan dari arah timur laut sebelum terbenamnya Matahari, berkulminasi di arah utara sebelum tengah malam dan terbenam di arah barat laut sebelum terbitnya Matahari.

Baca juga: Ramai Video Matahari Terbit dari Utara, Ini Penjelasan BMKG dan Lapan

19 Desember 2021: Retrograd Venus

Gerak retrograd adalah gerak semu planet yang tampak berlawanan arah (dari Barat ke Timur) dibandingkan dengan gerak normalnya (dari Timur ke Barat) jika diamati dari Bumi. 

Gerak retrograd Venus dimulai pada 19 Desember 2021 pukul 17.55 WIB/18.55 WITA/19.55 WIT, puncaknya adalah ketika konjungsi inferior pada 9 Januari dan berakhir pada 29 Januari pukul 15.54 WIB/16.54 WITA/17.54 WIT.

Gerak retrograd Venus kali ini berlangsung selama 41 hari dan terletak di konstelasi Sagitarius.

Gerak retrograd Venus selalu terjadi setiap lima kali sewindu atau 584 hari sekali. Fenomena ini sebelumnya telah terjadi pada 25 Juli 2015 (43 hari) dan 6 Oktober 2018 (41 hari).

Fenomena ini akan terjadi kembali pada 23 Juli 2023 (42 hari) dan 3 Oktober 2026 (42 hari).

Baca juga: Mengapa Hujan Masih Turun meski Musim Kemarau? Ini Penjelasan Lapan

20-21 Desember 2021: Puncak Hujan Meteor Leonis Minorid Desember

Ilustrasi puncak hujan meteor Puppid-Velid. Fenomena hujan meteor yang akan hiasi langit Indonesia, Selasa (7/12/2021) malam.SHUTTERSTOCK/Makarov Konstantin Ilustrasi puncak hujan meteor Puppid-Velid. Fenomena hujan meteor yang akan hiasi langit Indonesia, Selasa (7/12/2021) malam.

Leonis Minorid Desember adalah hujan meteor minor yang titik radian (titik asal kemunculan meteor)-nya berada di dekat konstelasi Leo Minor.

Hujan meteor ini bersumber dari sisa debu komet hiperbolik C/1739 K1 (Zanotti).

Hujan meteor ini dapat disaksikan sejak awal senja astronomis (50 menit setelah terbenam Matahari) waktu setempat hingga keesokan harinya saat akhir fajar bahari (25 menit sebelum terbenam Matahari) dari arah Timur Laut hingga Utara.

Baca juga: Penjelasan BMKG dan Lapan soal Hujan yang Masih Turun di Musim Kemarau

Intensitas hujan meteor ini untuk Indonesia mencapai 3,8-4,6 meteor/jam (Sabang hingga Pulau Rote).

Hal ini dikarenakan titik radian berkulminasi pada ketinggian 49,3-66,3 derajat arah utara, sementara intensitas hujan meteor saat di zenit sebesar 5 meteor per jam.

Pastikan cuaca cerah dan bebas dari penghalang maupun polusi cahaya di sekitar medan pandang.

Baca juga: Heboh Matahari Terbit dari Utara, Lapan: Tak Ada Hubungannya dengan Kiamat

21 Desember 2021: Solstis Desember

Solstis Desember atau Titik Balik Selatan Matahari adalah posisi ketika Matahari berada paling Selatan terhadap ekuator langit jika diamati oleh pengamat di permukaan Bumi.

Sedangkan, jika diamati dari sembarang titik di luar angkasa, belahan Bumi bagian Selatan akan terlihat "mendekat" ke arah Matahari.

Oleh karena itu, pengamat yang berada di Garis Balik Selatan akan melihat Matahari tepat berada di atas kepala ketika tengah hari.

Baca juga: Lapan Sebut Kilatan Cahaya di Merapi Diduga Terkait Hujan Meteor

Pengamat yang berada di belahan Bumi bagian Utara, akan merasakan malam yang lebih panjang dibandingkan hari-hari lainnya.

Sebaliknya, pengamat yang berada di belahan Bumi bagian Selatan, akan merasakan siang yang lebih panjang dibandingkan hari-hari lainnya. 

Puncak solstis Desember tahun ini terjadi pada 21 Desember pukul 22.59 WIB. 

Baca juga: Video Viral Indonesia Akan Diserbu Pengungsi dari Eropa karena Asteroid 2021 PDC, Ini Kata Lapan

21-22 Desember 2021: Konjungsi Bulan-Pollux

Bulan berkonjungsi dengan Pollux (Beta Geminorium), bintang utama di konstelasi Gemini pada pukul 15.55 WIB/16.55 WITA/17.55 WIT dengan sudut pisah 2,7 derajat.

Fenomena ini dapat disaksikan dari arah timur laut hingga barat laut sejak pukul 20.00 waktu setempat hingga akhir fajar bahari (50 menit sebelum terbit Matahari) keesokan harinya.

Pollux bermagnitudo +1,15 dan Bulan memasuki fase benjol/cembung akhir dengan iluminasi antara 94,5−93,5 persen.

Baca juga: Ini Alasan Polri Mengapa Ujian SIM C Harus Lewati Jalur Zig-zag dan Angka 8

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Disiarkan di RCTI, Kick Off 20.00 WIB

Tren
Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Berawal dari Cabut Gigi, Perempuan Ini Alami Infeksi Mulut hingga Meninggal Dunia

Tren
Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing 'Oren' Barbar

Ramai soal Kepribadian Kucing Ditentukan oleh Warna Bulunya, Pakar: Tidak Selalu Kucing "Oren" Barbar

Tren
8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

8 Suplemen untuk Meningkatkan Kekebalan Tubuh

Tren
Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Profil Sadiq Khan, Anak Imigran Pakistan yang Sukses Jadi Wali Kota London Tiga Periode

Tren
Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Bukan Cuma Olahraga, Lakukan 3 Gerakan Ini untuk Jaga Kesehatan

Tren
Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Apa yang Akan Terjadi pada Tubuh Saat Minum Kopi Sebelum Makan?

Tren
Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 7-8 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN]  Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

[POPULER TREN] Ikan Tinggi Albumin, Cegah Sakit Ginjal dan Hati | Pemain Malaysia Disiram Air Keras

Tren
PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

PBB Kecam Israel Buntut Pemberedelan Al Jazeera, Ancam Kebebasan Pers

Tren
Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Waspada, Modus Penipuan Keberangkatan Haji dengan Visa Non-Haji

Tren
Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Cara Menyewa Kereta Api Luar Biasa untuk Perjalanan Wisata

Tren
Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Kemendagri Pastikan PNS di Lubuklinggau yang Tiba-tiba Jadi WN Malaysia Sudah Kembali Jadi WNI

Tren
Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Ramai soal Milky Way di Langit Indonesia, Simak Waktu Terbaik untuk Menyaksikannya

Tren
Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Seorang Suami di Cianjur Tak Tahu Istrinya Laki-laki, Begini Awal Mula Perkenalan Keduanya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com