Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menuai Kritik, Akhirnya Vaksinasi Gotong Royong Berbayar Batal

Kompas.com - 17/07/2021, 08:10 WIB
Maya Citra Rosa

Penulis

KOMPAS.com - PT Kimia Farma (Persero) Tbk awalnya akan membuka layanan vaksinasi Covid-19 berbayar mulai Senin (12/7/2021).

Namun layanan vaksinasi berbayar atau vaksinasi individu tersebut akhirnya ditunda, karena melihat tingginya respon dari pihak terkait dengan pelaksanaan vaksinasi tersebut.

Dilansir dari Kompas.com, Sekretaris Perusahaan Kimia Farma Ganti Winarno Putro mengatakan pelaksanaan vaksinasi individu yang semula dilaksanakan senin, namun batal dilaksanakan.

“Kami mohon maaf karena jadwal Vaksinasi Gotong Royong Individu yang semula dimulai hari Senin, 12 Juli 2021 akan kami tunda hingga pemberitahuan selanjutnya,” kata Ganti.

Jenis dan harga vaksin berbayar

Jika vaksinasi berbayar dilaksanakan dan berjalan, pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan sudah menyiapkan vaksin merk Sinopharm.

Baca juga: Polemik Vaksinasi Gotong Royong Individu Berbayar yang Akhirnya Ditunda...

Sementara tarif pelaksanaan vaksinasi gotong royong ini dengan rincian berikut:

Harga vaksin per dosis : Rp.321.660
Harga layanan : Rp.117.910
Total satu dosis : Rp.439.570

Satu orang membutuhkan dua dosis vaksin, sehingga Rp.439.570 dikali dua, total vaksinasi berbayar ini adalah Rp.879.140 per orang.

Mengapa pemerintah laksanakan vaksinasi berbayar?

Meskipun telah dibatalkan atau ditunda untuk sementara, banyak pihak yang mempertanyakan mengapa pemerintah membuka layanan vaksinasi gotong royong dengan sistem berbayar.

Aturan tersebut tertuang dalam peraturan Menteri Kesehatan Nomor 19 Tahun 2021 tentang pelaksanaan vaksinasi dalam penanggulangan pandemi Covid-19.

Pemerintah beralasan bahwa program ini hanya akan diberikan kepada perusahaan yang akan memberikan program vaksinasi kepada karyawannya.

"Jadi sekarang vaksinasi gotong royong juga dipakai tidak hanya untuk perusahaan, tapi bagi masyarakat yang mau dapat vaksin secara bayar. Tujuannya vaksinasi semakin cepat dilaksanakan, Jadi (masyarakat) banyak pilihan," ujar Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga, dikutip Kompas.com pada Minggu (11/7/2021).

Baca juga: RI Terima 1.408.000 Dosis Vaksin Sinopharm untuk Vaksinasi Gotong Royong

Selain itu, kebijakan vaksinasi berbayar juga bertujuan untuk mempercepat herd immunity. Agar Indonesia dapat lebih cepat keluar dari pandemi Covid-19.

"Ini bagian dari langkah supaya bisa dikerjakan secara cepat, herd immunity tercapai," katanya.

Sementara vaksinasi berbayar ditunda dan masih akan disosialisasikan lagi, vaksinasi gratis tetap berjalan dan memperluas target vaksinasi untuk umum.

"Tapi tetap yang namanya vaksin gratis pemerintah tetap berjalan, seperti di Jakarta dan semua lokasi vaksin gratis bisa diakses masyarakat," ungkap Arya.

Vaksinasi berbayar diklaim tidak cari untung

Manajemen PT Kimia Farma Tbk menegaskan layanan vaksinasi berbayar tidak mengejar keuntungan atau dengan komersial.

Plt Direktur Utama Kimia Farma Diagnostik Agus Chandra mengatakan harga vaksin per dosis vaksinasi gotong royong tersebut ditetapkan langsung oleh pemerintah.

"Sehingga kami tidak memanfaatkan program Vaksin Gotong Royong individu untuk tujuan komersial, tetapi upaya kami untuk mendukung pemerintah mempercepat proses vaksinasi," sambung Agus.

Sedangkan jenis vaksin yang digunakan secara gratis dan berbayar berbeda.

vaksin yang disediakan secara gratis untuk masyarakat adalah vaksin jenis Sinovac dan Astra Zeneca. Sementara vaksin Sinopharm digunakan untuk vaksin gotong royong.

"Kami memastikan hal itu tidak akan mengganggu vaksinasi program yang biayanya ditanggung oleh pemerintah," ucap Agus.

Baca juga: KSP: Vaksinasi Gotong Royong Lewat Kimia Farma Bisa Diakses Individu, Badan Usaha, Badan Hukum

Akses vaksin untuk harusnya tetap gratis

Vaksinasi berbayar ditunda setelah mendapat banyak respon dari publik.

Menanggapi hal itu, Epidemiolog Universitas Airlangga (Unair) Windhu Purnomo berpendapat bahwa vaksin adalah hak pulik yang seharusnya dapat diakses secara gratis.

Bahkan ia juga tidak sejutu dengan atas klaim pemerintah yang menyebutkan vaksin berbayar bertujuan untuk mempercepat herd immunity.

"Mungkin dalih saja untuk mempercepat herd immunity, tapi semakin tidak berbayar kan makin cepet, logikanya begitu," kata Windhu dikutip Kompas.com, Senin (12/7/2021).

Lebih baik perbaiki vaksinasi program

Windhu juga menyarankan langkah memperbaiki vaksinasi program lebih tepat dibandingkan dengan membuka vaksin berbayar.

Hal ini karena vaksinasi program seringkali justru menimbulkan kerumunan massa dan akan berbahaya.

"Jadi yang diperbaiki ini vaksinasi program, supaya orang tidak terpaksa membeli vaksin karena takut vaksinasi massal," jelas dia.

Menurutnya, macetnya vaksinasi gotong royong sekitar 1,5 juta vaksin, namun baru digunakan 282.000 dosis selama dua bulan ini.

"Padahal kata Pak Jokowi vaksin gotong royong nanti direncanakan 22 juta dosis, sedangkan 1,5 juta saja tidak habis dua bulan," ujar Windhu.

Untuk itu, ia meminta pemerintah meenghentikan program vaksinasi gotong royong dan mengalihkannya untuk vaksinasi program.

"Atau habiskan yang 1,5 juta itu karena udah terlanjur keluar aturannya, tapi berhenti sampai di situ aja. Sisanya larikan ke vaksinasi program," tutup Windhu.

Baca juga: Vaksinasi Berbayar Ditunda, Epidemiolog: Regulasi Harus Diperbaiki, Tak Ada Ruang untuk Vaksin Berbayar

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Daftar Bansos yang Cair Mei 2024, Ada PKH dan Bantuan Pangan Non-tunai

Tren
8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

8 Catatan Prestasi Timnas Indonesia Selama Dilatih Shin Tae-yong

Tren
Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Promo Tiket Ancol Sepanjang Mei 2024, Ada Atlantis dan Sea World

Tren
Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Viral, Video Drone Diterbangkan di Kawasan Gunung Merbabu, TNGM Buka Suara

Tren
Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Daftar 19 Wakil Indonesia dari 9 Cabor yang Sudah Pastikan Tiket ke Olimpiade Paris 2024

Tren
Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Warga Bandung “Menjerit” Kepanasan, BMKG Ungkap Penyebabnya

Tren
Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Medan Magnet Bumi Melemah, Picu Kemunculan Makhluk Aneh 500 Juta Tahun Lalu

Tren
Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Jadwal Keberangkatan Haji 2024 dari Indonesia, Ini Cara Mengeceknya

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com