Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Darwin Darmawan

Pendeta GKI, Mahasiswa doktoral ilmu politik Universitas Indonesia

Melindungi Hak Asasi di Tengah Pandemi

Kompas.com - 05/07/2021, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam executive summary tersebut disampaikan, penyebab buruknya indeks HAM Indonesia adalah regulasi dan kebijakan pemerintah Jokowi yang tidak sensitif HAM. Misalnya, UU Cipta Kerja yang dilihat mengurangi hak sosial, ekonomi, budaya buruh.

Selain itu, dalam indikator kebebasan beragama, Setara institut melihat belum ada terobosan dari Kementerain agama dalam menyikapi pelanggaran hak kebebasan beragama di Indonesia.

Dua alasan ini menunjukkan kalau Setara Institut menganggap negara sebagai aktor utama perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.

Perspektif legal politik tentu diperlukan dalam perlindungan hak asasi manusia. Tetapi seperti disebutkan di atas, pendekatan tersebut kurang lengkap jika tidak dibarengi dengan pendekatan sosial-kultural.

Di tengah pandemi covid 19 yang semakin parah, pemenuhan hak asasi manusia dalam hal ekonomi, sosial dan budaya semakin sulit terwujud jika hanya mengandalkan aktor negara.

Meningkatnya jumlah pasien yang terinfeksi covid 19 membuka tabir kelemahan sistem kesehatan di negeri ini.

Pemakaian tempat tidur isolasi dan intensif (bed occupancy rate/BOR) di rumah sakit Covid-19 di seluruh provinsi di Indonesia meningkat signifikan.

BOR di empat provinsi yang berada di zona merah (Yogyakarta, Jabar, Banten dan DKI Jakarta ) berada di atas 80 persen. Bahkan BOR di Jakarta sudah 93 persen. Baca: Keterisian RS Covid-19 di Empat Provinsi Lewati 80 Persen, DKI Jakarta 93 Persen

Di media sosial, masyarakat banyak yang mengeluh sebab RS menolak untuk merawat anggota keluarganya yang sakit karena kapasitasnya sudah penuh.

Keluhan tersebut menjadi lebih berat karena tabung oksigen dan obat-obatan yang dibutuhkan pasien covid yang isolasi mandiri sulit didapatkan. Bukan saja harganya mahal tetapi barangnya tidak ada di pasar. Baca: Kemenperin Beberkan Alasan Tabung Gas Oksigen Langka

Begitu juga dengan hak untuk mendapatkan pekerjaan. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) per 7 April 2020, karena pandemi Covid-19, tercatat sebanyak 39.977 perusahaan di sektor formal yang memilih merumahkan, dan melakukan PHK terhadap pekerjanya.

Total ada 1.010.579 orang pekerja yang terkena dampak ini. Catatan kebijakan SMERU , dalam hasil simulasi menunjukkan bahwa TPT (Tingkat Pengangguran Terbuka) meningkat dari 4,99 persen pada Februari 2020 (data BPS) menjadi sekitar 6,17 persen–6,65 persen pada Maret 2020.  Baca: Pandemi Covid-19, Apa Saja Dampak pada Sektor Ketenagakerjaan Indonesia?

Persentase ini setara dengan peningkatan jumlah pengurangan penyerapan tenaga kerja yang mencapai sekitar 1,6 juta hingga 2,3 juta orang.

Dalam hal memenuhi hak atas pendidikan rakyat, situasinya juga sangat berat. Belajar secara on line mensyaratkan kepemilikan gadget dari tiap siswa.

Padahal, tidak semua keluarga di Indonesia memiliki gadget khusus untuk pendidikan anaknya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com