KOMPAS.com - Virus corona varian delta saat ini tengah ramai menjadi perbincangan masyarakat setelah melonjaknya kasus Covid-19 di beberapa daerah di Indonesia.
Varian delta dari SARS-CoV-2 adalah nama lain dari varian B.1.617.2 yang pertama kali diidentifikasi oleh para ilmuwan pada Desember 2020 di India.
Melansir Medical News Today, Rabu (16/6/2021) pada April 2021, varian delta menjadi varian paling banyak menyebar yang menyebabkan kasus baru Covid-19 di India.
Baca juga: Gejala Virus Corona Varian Delta yang Mendominasi Lonjakan Kasus Covid-19 di Indonesia...
Sejak saat itu varian itu telah dilaporkan di 80 negara, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Menurut laporan terbaru dari Public Health England (PHE), varian delta mungkin telah menjadi varian dominan di Inggris, dengan 74 persen kasus sekuens (infeksi SARS-CoV-2) dan 96 persen kasus sekuensing dan genotipe yang disebabkan oleh varian ini.
Direktur Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular AS, Anthony S Fauci memperingatkan, bahwa negara manapun yang memiliki varian delta harus khawatir akan ada lonjakan infeksi. Terutama jika negara tersebut sebagian besar masyarakatnya tidak atau belum divaksinasi.
“Kami telah melihat bahwa ketika varian delta menyebar di antara orang-orang yang tidak divaksinasi, itu bisa menjadi dominan dengan sangat, sangat cepat,” tambahnya.
Baca juga: Simak 3 Gejala Baru Covid-19, dari Anosmia hingga Parosmia
Lantas, apa beda varian delta dengan varian aslinya?