Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

24 Pegawai KPK Ditawari Ikut Pendidikan Bela Negara, 9 Lainnya Memilih untuk Melawan

Kompas.com - 05/06/2021, 07:15 WIB
Fitri Rachmawati

Penulis

KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kesempatan kepada 24 orang pegawai KPK yang tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) untuk mengikuti pendidikan bela negara.

Hal itu disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di Gedung KPK, Selasa (1/6/2021).

Firli Bahuri mengaku keputusan memberikan kesempatan kepada 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK tersebut sudah sesuai dengan kesepakatan bersama antara dirinya sebagai pimpinan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) pada 25 Mei 2021.

Baca juga: Ini Nama-nama Pegawai KPK yang Dinyatakan Tak Lolos TWK

“Kita bahas bagaimana solusi terbaik bagi mereka yang diberi kesempatan itu pendidikan latihan bela negara dan wawasan kebangsaan,” tutur dia.

Rencananya, lanjut Firli Bahuri, KPK bakal bertemu dengan 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK tersebut terlebih dahulu. Pertemuan dilakukan untuk memastikan apakah 24 pegawai KPK ini bersedia atau tidak mengikuti pelatihan bela negara.

“Kami pimpinan KPK, Bapak Sekjen dan segenap yang ada di sini merupakan kesatuan untuk mencari solusi terbaik, yang jelas karena untuk mengikuti pendidikan, tentu kita ajak bicara bersedia atau tidak.” tegas dia.

Jika nantinya 24 pegawai KPK yang tak lolos TWK ini bersedia melakukan pelatihan bela negara, KPK akan bekerja sama dengan pihak lain dalam memberikan pelatihan tersebut.

“Salah satunya degnan Kementerian Pertahanan (Kemenhan),” ucap dia.

Baca juga: Pimpinan KPK Tolak Cabut SK Penonaktifan 75 Pegawai yang Tak Lolos TWK

 

9 Pegawai KPK Memilih Melawan

Sementara itu, sembilan pegawai KPK lainnya memilih untuk mengajukan uji materi Pasal 69 B dan C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK ke Mahkamah Konsititusi (MK).

Pasal yang diuji materi tersebut pasal yang mengatur ihwal pengalihan pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sembilan pegawai yang menjadi pemohon diantaranya; Hotman Tambunan, Harun Al Rasyid, Rasamala Aritonang, Novariza, Andre Dedy Nainggolan, Lakso Anindito, Faisal, Benyctus Siumlala dan Tri Artining Putri.

“Para pemohon sebagai warga negara Indonesia serta sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi mengajukan upaya hukum melalui judical review atau constitutional review,” demikian yang tertulis dalam berkas permohonan, Rabu (2/6/2021).

Delapan dari 9 pemohon tersebut mengaku telah mengalami kerugian konstitusional dengan berlakunya Pasal 69 B dan C tersebut, yakni telah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) sejak 7 Mei 2021

Buntutnya, mereka pun diminta untuk menyerahkan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pegawai KPK.

Disamping itu, sesuai pengumuman pada 25 Mei lalu pun ternyata akan diberhentikan dari KPK. Ketika masuk dalam kategori 51 orang yang dinyatakan tidak dapat dibina dan langsung diberhentikan selambat-lambatnya 1 November 2021.

Namun, apabila masuk dalam kategori 24 orang pun masih akan tetap diberhentikan. Jika saat mengikuti ujian lagi hasilnya tidak memenuhi syarat.

Berbeda dengan yang lainnya, satu pemohon atas nama Lakso Anindito mengaku berhalangan mengikuti tes wawasan kebangsaan (TWK) karena sedang menjalani tugas belajar di Swedia.
Lakso Anindito berencana akan mengikuti TWK saat kembali ke Indonesia. Menurut dia, dengan adanya perubahan alih status pegawai KPK menjadi ASN tersebut sudah membuat rugi dirinya.

Ia dinyatakan TMS dan kehilangan pekerjaan karena alih status ASN tersebut. Padahal ia tengah menempuh pendidikan di luar negeri.

Melihat fakta tersebut, dalam provisi pemohon meminta majelis hakim MK memerintahkan kepada BKN dan KPK untuk memperkerjakan kembali pegawai yang diberhentikan dengan tetap memberikan hak sesuai dengan imbalan yang diterima sebelum alih status tersebut.

Selain itu,menyatakan frasa dapat diangkat sebagai pegawai Aparatur Sipil Negara sepanjang memenuhi ketentuan Perundang-Undangan dalam Pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69C UU KPK yang bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1, Pasal 28D Ayat 2, Pasal 28D Ayat 3 UU Dasar 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com