Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peliknya Konflik Israel-Palestina dan Bumerang Atas Serangan Hamas

Kompas.com - 16/05/2021, 15:00 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Rendika Ferri Kurniawan

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Cerita panjang konflik Israel-Palestina tak kunjung menemui titik terang dari masa ke masa.

Terbaru, tensi kedua negara itu kembali memanas dalam beberapa hari terakhir karena dipicu oleh berbagai sebab.

Ratusan orang menjadi korban akibat konflik Israel-Palestina terbaru ini, termasuk di antaranya adalah puluhan anak-anak.

Bagaimana sebenarnya konflik tiada ujung ini?

Baca juga: Update Konflik Palestina-Israel: Korban Tewas Melonjak Jadi 137 Orang

Konflik permanen

Dosen Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Ahmad Sahide menganggap konflik Israel-Palestina sebagai konflik permanen.

"Saya memberi istilah konflik ini dengan istilah Permanent Conflict (konflik permanen), sebab konflik ini berkepanjangan dan dan belum ada titik temu sebagai solusinya," kata Sahide saat dihubungi Kompas.com, Minggu (16/7/2021).

Ia menuturkan, konflik kedua negara itu bermula ketika orang Yahudi memaksakan mendirikan negara di tanah yang sudah ada penduduknya (Palestina) pada 1948.

Orang Yahudi mengklaim memiliki ikatan historis dengan tanah itu sebelum berdiaspora pada abad satu Masehi.

Sahide menjelaskan, konflik tersebut sulit untuk didamaikan karena tidak adanya dukungan politik bagi Palestina.

"Israel mempunyai dukungan politik yang kuat, sementara Palestina hanya mempunyai dukungan moril yang kuat," jelas penulis buku Gejolak Politik Timur Tengah (2017) itu.

Menurut dia, minimnya dukungan politik itu mengakibatkan tidak adanya strategi perjuangan bagi Palestina, seperti yang dilakukan Yahudi saat akan mendirikan negara.

"Saat itu, orang-orang Yahudi melakukan penggalangan dana dan mendekati negara-negara yang berpengaruh di kancah dunia," ujar dia.

Baca juga: Anwar Abbas: Kekejaman Israel Harus Dibalas dengan Perang Total

Bumerang serangan Hamas

Sejak Senin (10/5/2021), kelompok milisi Palestina Hamas menghujani wilayah Israel dengan ribuan roket.

Meski demikian, sebagian besar roket itu berhasil dicegat oleh sistem pertahanan udaran Iron Dome Israel.

Sahide mengatakan, serangan Hamas atas Israel justru akan memberi alasan pembenaran bagi Israel untuk melakukan aksi brutalnya.

Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya intensitas serangan Israel yang menewaskan lebih banyak korban dari pihak Palestina.

Karena itu, aksi militer terbukti tidak efektif dalam merespons konflik Israel-Palestina.

"Terbukti pilihan itu tidak efektif. Kalau pendekatan itu ya jelas kalah dari Israel yang didukung dengan teknologi tinggi," kata dia.

"Kalau kita lihat di peta, semakin lama semakin sempit wilayah Palestina. Sebaliknya, wilayah Israel semakin luas," sambung dia.

Alih-alih hanya mengecam tindakan Israel, Sahide menyebut pemimpin dunia harus melakukan pendekatan lain dalam meresponsnya.

"Soft diplomacy, misalnya," tutup dia.

Baca juga: Menilik Akar Konflik Palestina-Israel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Tema Met Gala dari Masa ke Masa, 'Sleeping Beauties: Reawakening Fashion' Jadi Tajuk 2024

Tema Met Gala dari Masa ke Masa, "Sleeping Beauties: Reawakening Fashion" Jadi Tajuk 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com