KOMPAS.com - Apa itu batu rak? Beberapa hari belakangan ini, istilah batu rak muncul setelah warga Desa Kimak, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung (Babel), disibukkan dengan kegiatan mencari batu itu.
Batu rak disebut bernilai jual karena mengandung timah.
Warga satu desa itu beramai-ramai mencari batu tersebut di lokasi Tempat Pemakaman Umum (TPU) yang terletak di desa tersebut, sejak tiga hari yang lalu.
Kepala Desa Kimak, Mustofa, membenarkan adanya aktivitas warga yang beramai-ramai mencari batu rak.
Mustofa mengatakan, sekitar 500 orang warga Desa Kimak kini aktif melakukan pencarian batu rak di lahan TPU setiap hari.
Aktivitas pencarian batu rak itu dilakukan oleh warga secara manual, dengan menggunakan peralatan yang sederhana.
Batu rak yang dikumpulkan oleh wargaakan dibeli pengepul dengan harga berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 25.000 per kilogram.
Baca juga: Warga Desa Ini Berburu Batu Rak, dalam 3 Hari Terkumpul 5 Ton, Dijual Rp 20.000 Per Kg
Dr. Iwan Setiawan dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengatakan, pihaknya tidak bisa memastikan seperti apa batu rak itu, tanpa melihat sampel batu tersebut terlebih dahulu.
Akan tetapi, Iwan menduga, jika benar batu tersebut mengandung bijih timah, maka batu itu sebetulnya adalah mineral kasiterit.
"Kalau itu ditemukannya di dekat permukaan, kemungkinan itu endapan timah yang bisa disebut rombakan. Batuan timah yang berasal dari daerah mana kemudian diendapkan di sana, di dekat permukaan," kata Iwan saat dihubungi Kompas.com, Senin (8/2/2021).
Iwan mengatakan, sumber batuan timah itu kemungkinan juga berasal dari wilayah itu. Karena sejak dulu Bangka Belitung telah dikenal sebagai sumber timah terbesar di dunia.
"Kemungkinan timah yang ada di desa itu adalah timah yang dari batuan sumbernya, kemudian karena proses pengangkatan batuan yang membuat timah, mineral kasiteritnya itu hancur menjadi kepingan-kepingan kecil, kristalnya lepas-lepas, kemudian dia ditransportasi ulang oleh mekanisme sedimentasi, diendapkanlah di daerah itu," kata Iwan.
"Seperti ada segi delapan begitu. Ada delapan sisi biasanya, kalau kristalnya itu bagus," ujar Iwan.
"Tapi kalau kristalnya tidak bagus, proses transportasi bidang-bidang kristalnya hancur, akan menjadi cukup tidak beraturan," lanjut dia.