Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[HOAKS] Tes PCR Harus Mencontoh Kultur Jaringan Pembiakan Anggrek

Kompas.com - 08/02/2021, 13:30 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

hoaks

hoaks!

Berdasarkan verifikasi Kompas.com sejauh ini, informasi ini tidak benar.

KOMPAS.com – Sebuah unggahan yang di media sosial Facebook menyebutkan bahwa hasil tes PCR tidak tepat karena tidak mencontoh mesin kultur pembiakan anggrek.

Unggahan tersebut diunggah oleh Hakim Waluyo di akun Facebooknya, Rabu (3/1/2021) pukul 18.23.

Dari penelusuran dan konfirmasi yang dilakukan Tim Cek Fakta Kompas.com, informasi yang disampaikan dalam unggahan tersebut adalah tidak benar atau hoaks.

Narasi yang beredar

Akun Facebook Hakim Waluyo mengunggah sebuah gambar pembiakan tanaman anggrek, disertai narasi mengenai tes PCR.

Dalam narasinya, ia menyebut bahwa tes PCR tidak dapat mengidentifikasi kode RNA pada materi gen dalam virus. Ia menyatakan, jenis virus hanya dapat diidentifikasi melalui kode RNA.

"Masalah inilah yang tidak banyak dipahami masyarakat umum. Masyarakat hanya tahu jika PCR pasti tepat, bahkan kebanyakan orang hanya baca internet yang mengklaim alat ini sangat sensitif mengidentifikasi virus," demikian yang dituliskan dalam unggahan tersebut.

Dengan analisisnya, ia membandingkan cara kerja PCR dengan kultur jaringan pembiakan tanaman anggrek.

"Sesungguhnya keberadaan virus tersangka hanya dapat dibuktikan dengan mesin kultur yang bekerja seperti yang digunakan untuk pembiakan anggrek," tulis dia.

Informasi yang menyebutkan bahwa tes PCR tidak tepat karena seharusnya mengikuti cara kerja mesin kultur pembiakan anggrek. Informasi ini tidak benar.Facebook Informasi yang menyebutkan bahwa tes PCR tidak tepat karena seharusnya mengikuti cara kerja mesin kultur pembiakan anggrek. Informasi ini tidak benar.

Penelusuran dan konfirmasi Kompas.com

Dilansir dari The Scientist, teknologi polymerase chain reaction (PCR) pertama kali ditemukan oleh Kary Mullis pada 1980-an.

Teknologi PCR memudahkan peneliti untuk tidak lagi bersusah payah mengkloning, mengidentifikasi, dan mengisolasi potongan-potongan DNA sebelum mempelajarinya.

Ide tersebut muncul pada 1983, saat Mullis merenungkan tentang uji diagnostik klinis yang sedang dikembangkannya.

Uji diagnostik itu didasarkan pada strategi sekuensing dideoxynucleotide berbasis Frederick Sanger. Teknik ini secara efektif menjadi tes awal untuk varian genetik.

Sampelnya dapat diambil dari berbagai jaringan dan organisme. Termasuk diambil dari sampel periferal darah, kulit, rambut, air liur dan mikroba.

Tujuannya adalah menggunakan DNA polimerase dan memasangkan oligonukleotida primer untuk membaca nukleotida tunggal dalam DNA manusia yang terletak di antara keduanya.

Adapun, informasi dari Hakim Waluyo kurang tepat karena menyebutkan penguraian RNA.

HOAKS ATAU FAKTA?

Jika Anda mengetahui ada berita viral yang hoaks atau fakta, silakan klik tombol laporkan hoaks di bawah ini

closeLaporkan Hoaks checkCek Fakta Lain
Berkat konsistensinya, Kompas.com menjadi salah satu dari 49 Lembaga di seluruh dunia yang mendapatkan sertifikasi dari jaringan internasional penguji fakta (IFCN - International Fact-Checking Network). Jika pembaca menemukan Kompas.com melanggar Kode Prinsip IFCN, pembaca dapat menginformasikannya kepada IFCN melalui tombol di bawah ini.
Laporkan
Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com