KOMPAS.com - Momen pergantian tahun kerap dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berlibur dan berkumpul bersama teman atau keluarga.
Pada masa pandemi Covid-19 dan situasi penyebaran virus corona yang belum terkendali, sejumlah ahli menyarankan agar mempertimbangkan dengan matang untuk bepergian menghabiskan libur akhir tahun.
Seorang dokter anak di New York City, dr Risa Hoshino mengingatkan bahwa masyarakat tidak bisa serta-merta mengandalkan hasil tes negatif Covid-19 sebagai pembenaran untuk pergi berlibur.
Melalui unggahan di akun Instagram-nya @dr.risahoshino, dia mengingatkan bahwa seseorang bisa dinyatakan positif Covid-19 kapan pun, meski sebelumnya sudah dites negatif.
"Kalian mungkin tidak ingin mendengar ini, tetapi…. kalian tidak dapat mengandalkan tes COVID negatif untuk pergi liburan," kata Risa, dikutip dari unggahan Instagram, Rabu (23/12/2020).
Baca juga: Penelitian Terbaru Pastikan Varian Baru Virus Corona Lebih Menular
Mengutip infografik Pittsburgh University, ia memberikan analogi tentang masa inkubasi yang mengingatkan orang-orang bahwa masa inkubasi virus corona berlangsung hingga 14 hari.
Artinya, seseorang dapat dites negatif selama beberapa hari dan tidak memiliki gejala sama sekali.
Dia mengatakan, hal itu disebut sebagai false negative atau negatif palsu, dan kasus semacam itu sudah banyak terjadi.
Berikut infografik tentang gambaran masa inkubasi virus corona pada tubuh seseorang, seperti dikutip dari laman Pittsburgh University:
Ilustrasi pada infografik di atas menggambarkan, meski hasil tes negatif, bukan berarti saat diperiksa tidak ada virus pada tubuh seseorang (dalam infografik digambarkan sebagai Casey).
Hal ini karena banyaknya kasus tanpa gejala dan adanya masa inkubasi virus di tubuh.
Berikut gambaran dari ilustrasi di atas:
Baca juga: Update Corona Dunia 28 Desember: 81 Juta Kasus | Putin Segera Disuntik Sputnik V
Dengan ilustrasi itu, meski sudah melakukan karantina selama 14 hari sebelum berlibur, seseorang masih bisa terpapar virus ketika melakukan perjalanan ke tempat liburan.
Epidemiolog Griffith University, Australia, Dicky Budiman, saat dihubungi Kompas.com, Minggu (27/12/2020), mengingatkan, angka positivity rate di Indonesia cukup tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa banyak pembawa virus yang belum terdeteksi di masyarakat.