Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Itu Euthanasia dan Negara Mana Saja yang Melegalkan?

Kompas.com - 02/11/2020, 14:45 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com- Selandia Baru akan segera melegalkan euthanasia, yaitu tindakan yang diambil untuk mengakhiri hidup seseorang yang mengalami sakit parah dan tak bisa sembuh.

Kebijakan ini diambil setelah hasil pemungutan suara menunjukkan mayoritas warga negara Selandia Baru mendukung hal tersebut. 

Seperti dikutip dari Reuters, Jumat (30/10/2020), Komisi Pemilihan Selandia Baru mengatakan, hasil akhir dari pemungutan suara akan diumumkan pada Jumat (6/11/2020).

Saat ini, pelegalan euthanasia telah mendapatkan 65,2 persen dukungan dari warga negara Selandia Baru.

Melihat sisa waktu yang ada, Komisi Pemilihan menyebut, euthanasia di Selandia Baru hampir pasti dilegalkan.

Di sejumlah negara, tindakan ini bisa diambil sebagai jalan keluar bagi pasien yang sudah merasa putus asa atas rasa sakit berkepanjangan, kemungkinan sembuh yang kecil, dan juga bagi keluarga yang tidak lagi memiliki kemampuan untuk membiayai perawatan medis di rumah sakit.

Baca juga: Selandia Baru dan Keputusan Melegalkan Euthanasia...

Masih diperdebatkan

Namun, di Indonesia praktik euthanasia ini masih diperdebatkan sebagaimana yang disebutkan oleh Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., SpOG(K)., PhD.

"Di kita (Indonesia) masih diperdebatkan," kata Ova saat dihubungi Senin (2/11/2020).

Ova menjelaskan, di kalangan para dokter tindakan mempercepat kematian pada pasien ini memang selalu diperdebatkan.

"Dalam etika kedokteran selalu ada debat antara pro life dan pro choice. Pro life ya mempertahankan kehidupan dengan berbagai upaya. Pro choice itu mempertimbangkan orang yang mengalami, karena orang yang mengalami itu memiliki hak terhadap hidupnya," jelas Ova.

Terlepas dari apa pun itu, Ova menggarisbawahi euthanasia sebetulnya sama sekali tidak ada kaitannya dengan medis, namun lebih kepada hak memilih untuk terus hidup atau mengakhirinya.

"Biasanya menggunakan obat-obat. Ada macam-macam, misal diberi obat over dosis atau obat disuntikkan sendiri oleh pasien, tapi semua harus dengan consent (persetujuan) pasien," ujar dia.

Pasrah

Ova juga menyebutkan, praktik ini juga bisa terjadi tanpa melalui obat-obatan. Seperti misalnya seorang pasien yang sudah tidak mau lagi diberi upaya pertolongan atas penyakitnya juga bisa dikatakan sudah menyetujui jika penyakitnya berakhir dengan kematian dalam waktu segera.

"Seperti penderita kanker terminal dan berpesan untuk tidak usah diberi pertolongan aneh-aneh, karena sudah ikhlas, ya itu juga masuk dalam consent pasien," ucap Ova.

Saat ini, selain Selandia Baru, ada juga sejumlah negara yang telahah melegalkan praktik mempercepat kematian pada pasien ini.

Baca juga: Selandia Baru Adakan Pemungutan Suara untuk Pelegalan Ganja dan Euthanasia

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com