Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

PSBB Jakarta Diperpanjang, Ini Studi Kriteria Melonggarkan Penguncian saat Pandemi

Kompas.com - 25/09/2020, 17:20 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan untuk memperpanjang penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Ibu Kota. 

Sebelumnya PSBB pengetatan awalnya diberlakukan selama dua pekan mulai 14 hingga 27 September 2020. Namun saat ini PSBB yang diperketat diperpanjang selama dua pekan hingga 11 Oktober 2020.

Perpanjangan masa PSBB itu tertuang dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 959 Tahun 2020.

Anies menyampaikan, PSBB kembali diperpanjang karena angka kasus positif Covid-19 berpotensi meningkat kembali jika PSBB dilonggarkan. 

Anies menegaskan, Pemprov DKI terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat dalam penanganan kasus Covid-19.

"Dalam rapat koordinasi terkait antisipasi perkembangan kasus Covid-19 di Jabodetabek, Menko Kemaritiman dan Investasi (Marives) menunjukkan data bahwa DKI Jakarta telah melandai dan terkendali, tetapi kawasan Bodetabek masih meningkat," ujar Anies dalam keterangan tertulis, Kamis (24/9/2020).

Baca juga: Pengetatan PSBB Jakarta Diperpanjang hingga 11 Oktober 2020

 

Pelonggaran pembatasan

Sementara itu menurut sebuah analisis baru yang dipublikasikan di jurnal medis The Lancet, Kamis (24/9/2020), negara-negara di dunia disarankan untuk tidak melonggarkan pembatasan penguncian (lockdown) hingga memenuhi lima kriteria.

Penelitian ini menunjukkan bahwa syarat pelonggaran Covid-19 terdiri dari:

  1. Pengetahuan akan status infeksi,
  2. Keterlibatan komunitas,
  3. Kapasitas kesehatan masyarakat yang memadai,
  4. Kapasitas sistem kesehatan yang memadai
  5. Kontrol perbatasan.

Baca juga: Sebelum Longgarkan PSBB, Simak Syarat WHO dan Bappenas Berikut Ini

Dalam penelitian tersebut, penulis melihat sembilan negara atau wilayah berpendapatan tinggi yang telah mulai melonggarkan pembatasan, yaitu:

  1. Hong Kong,
  2. Jepang,
  3. Selandia Baru,
  4. Singapura,
  5. Korea Selatan,
  6. Jerman,
  7. Norwegia,
  8. Spanyol,
  9. Inggris.

Peneliti menemukan, banyak pemerintah yang gagal memenuhi kriteria yang dibutuhkan untuk menghindari gelombang baru infeksi sebagaimana ditunjukkan di Spanyol, Jerman, dan Inggris.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sistem pengetesan atau testing, penelusuran (tracing), dan isolasi yang efektif dibutuhkan untuk dapat membuka kembali kegiatan secara aman.

Para peneliti mengatakan, pelonggaran pembatasan harus didasarkan pada kombinasi antara kajian epidemiologi dan konsekuensi sosial ekonomi dari pembatasan. 

Status infeksi

Penelitian tersebut menemukan bahwa negara-negara seperti Singapura, Norwegia, Spanyol, dan Inggris (untuk wabah lokal) menggunakan nasihat ahli untuk memutuskan bagaimana melonggarkan pembatasan. 

Namun, tanpa adanya kriteria publik yang jelas, dasar risiko yang diperkirakan sering kali tidak jelas dan memiliki bukti yang sedikit atau tidak kuat di tengah perkembangan penularan virus corona saat ini.

Sementara, negara-negara lain seperti Jepang, Jerman, Korea Selatan, dan Inggris (pada beberapa kasus), mencabut atau memberlakukan kembali pembatasan dengan basis ambang epidemiologis (epidemiological thresholds).

Baca juga: WHO Sebut 6 Faktor yang Perlu Dipertimbangkan jika Suatu Negara Cabut Lockdown

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena 'Salah Asuhan', Ini Kata Ahli

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena "Salah Asuhan", Ini Kata Ahli

Tren
Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Tren
Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Tren
Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Tren
Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

WHO Temukan 3 Kasus di Riyadh, Ketahui Penyebab dan Pencegahan MERS- CoV Selama Ibadah Haji

Tren
Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Pertandingan Indonesia Vs Guinea Malam Ini, Pukul Berapa?

Tren
Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Benarkah Antidepresan Bisa Memicu Hilang Ingatan? Ini Penjelasan Ahli

Tren
WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com