KOMPAS.com - Sebuah unggahan video berdurasi 30 detik viral di media sosial sejak Senin (14/9/2020) malam.
Video tersebut diketahui sebagai aktivitas orientasi studi dan pengenalan kampus (Ospek) daring mahasiswa baru di Kampus Universitas Negeri Surabaya (Unesa).
Seorang mahasiswi baru berjilbab nampak ketakutan karena dibentak oleh seniornya karena tidak mengenakan ikat pinggang.
Tampak logo kampus Unesa di sebelah kiri atas video dan logo kegiatan PKKBM FIP Unesa 2020 di bagian kiri bawah.
Melalui rilis yang diterima Kompas.com, Selasa (15/9/2020) pagi, pihak kampus Unesa membenarkan jika video tersebut adalah kegiatan Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKBM) di Fakultas Ilmu Pendidikan.
"Kami menyayangkan kejadian tersebut, dan ada kesalahan dalam koordinasi pelaksanaan PKKMB pada salah satu fakultas di Unesa," kata Rektor Unesa, Nurhasan.
Unggahan tersebut mendapat beragam reaksi dari warganet. Mereka mempertanyakan urgensi "bentak-bentakan" dan pendisiplinan berlebihan dalam acara ospek yang diselenggarakan secara daring itu.
Baca juga: Video Viral Mahasiswa Unesa Dibentak Senior karena Tak Pakai Ikat Pinggang Saat Ospek Daring
The real ospek online pic.twitter.com/6zGtmU5v3E
— Rafi kun (@Rafirizqu19) September 14, 2020
Sejarah ospek di Indonesia
Dosen Ilmu Sejarah Universitas Airlangga (Unair) Purnawan Basundoro mengatakan, kegiatan ospek mahasiswa baru di Indonesia sudah ada sejak zaman kolonial Jepang.
Pada saat itu orientasi mahasiswa baru disebut dengan perploncoan.
"Plonco itu ya, dugaan saya sudah dimulai sejak era Ika Daigaku, perguruan tinggi kedokteran yang merupakan kelanjutan dari STOVIA," kata Purnawan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (15/9/2020).
Dia mengatakan, saat masih bernama STOVIA di bawah pengelolaan Belanda, tradisi perploncoan tidak nampak terlihat.
Namun baru terlihat keras dengan unsur militer ketika berganti menjadi Ika Daigaku yang dikelola militer Jepang.
Purnawan menduga, saat itulah awal mula muncul tradisi ospek yang keras.
"Salah satunya dengan menggunduli mahasiswanya. Hal itu diprotes oleh Soedjatmoko (tokoh nasional) dan kawan-kawannya yang menolak disuruh gundul. Sehingga Soedjatmoko dikeluarkan dari Ika Daigaku," kata Purnawan.