Beberapa pembatasan yang bisa dilakukan, menurut Dicky, antara lain dengan mengurangi kapasitas penonton hingga hanya 20 atau 25 persen saja dan menerapkan sistem registrasi online.
Hal tersebut tentunya dibarengi dengan pengetatan protokol kesehatan untuk makin meminimalkan risiko.
Baca juga: Klaim Sudah Kaji, Satgas Covid-19 Sampaikan 9 Pedoman Pembukaan Bioskop Saat Pandemi
"Itu pun harus terus dipantau dalam jangka satu-dua minggu. Dicatat pengunjung yang datang, kemudian setelah dua minggu diperiksa. Nah ini apakah bisa? Ini pertanyaannya apakah kita bisa melakukan itu (monitoring)?" kata Dicky.
Dia menilai, apabila monitoring dan evaluasi tidak bisa dilakukan, maka tidak ada jaminan bahwa pembukaan kembali bioskop akan aman dari risiko penularan Covid-19.
Oleh karena itu, dia meminta semua pihak untuk tidak mengambil risiko, dengan berpikiran bahwa Covid-19 ini adalah penyakit yang akan sembuh dengan sendirinya.
"Ingat fakta bahwa penyakit ini adalah penyakit baru, yang mana orang-orang tanpa gejala pun memiliki risiko untuk mengalami gangguan dalam organ tubuh, atau penurunan kualitas kesehatan. Jadi mencegah tetap lebih baik daripada terinfeksi," kata Dicky.
Terkait anggapan pembukaan bioskop akan membuat masyarakat bahagia dan berkontribusi meningkatkan imun tubuh, Dicky merasa perlu meluruskan hal tersebut.
"Tidak ada dalam setiap strategi pandemi, sejarah pandemi, maupun literatur pandemi yang menghubungkan imunitas dengan melakukan kegiatan yang membuat masyarakat bahagia," ujar dia.
Dia mengatakan, sebagai seorang peneliti pandemi sampai saat ini dirinya belum menemukan literatur ilmiah, maupun mendengar strategi penanganan pandemi semacam itu.
"Dalam kaitan penyakit menular, bahagia itu adalah proporsi yang kecil. Virus tidak akan memandang apakah orang ini sedang bahagia atau tidak," kata Dicky.
"Bahwa bahagia itu memang akan sedikit meningkatkan imunitas, iya benar, tapi kalau bicara imunitas, itu adalah satu proses panjang. Imunitas itu adalah proses yang kompleks sekali, tidak sederhana," imbuhnya.
Apabila bicara dengan ahli imunologi, Dicky menuturkan, mereka akan dengan jelas mengatakan imunitas ini merupakan proses yang panjang dan dipengaruhi berbagai faktor.
Yakni, mulai dari pola hidup yang sehat, istirahat yang cukup dan teratur, pola makan, hingga olahraga teratur.
Baca juga: Protokol Pembukaan Bioskop: Anak-anak dan Orang Sakit Dilarang, Durasi Film Maksimal 2 Jam
Seandainya benar jika kebahagiaan menjadi pendorong imunitas untuk melindungi diri dari Covid-19, kata dia, maka seharusnya negara dengan predikat paling bahagia tidak akan mengalami pandemi.
Namun kenyataannya Finlandia, negara dengan predikat paling bahagia, tidak luput dari pandemi.
Ia mengatakan Swedia, yang juga salah satu 10 besar negara paling bahagia, kini mengalami tingkat kematian tinggi akibat Covid-19.
"Jadi bahagia itu hanya komponen kecil, sebagian. Proporsi yang sekian persen dari satu sistem imunitas yang begitu kompleks," kata Dicky.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.