Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pro Kontra Pemberlakuan Ganjil Genap di Tengah Pandemi Corona

Kompas.com - 02/08/2020, 12:45 WIB
Jihad Akbar

Penulis

KOMPAS.COM - Sistem ganjil genap di DKI Jakarta akan mulai diterapkan kembali pada Senin (3/8/2020) di masa PSBB transisi.

Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan kebijakan tersebut diambil lantaran kondisi lalu lintas yang sudah sangat padat, bahkan melebihi dari kondisi normal sebelum ada pandemi.

Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat agar hanya melakukan perjalanan penting saja untuk menghindari penumpukan.

Di lain pihak, pengamat kebijakan publik dan transportasi Azas Tigor Nainggolan menilai, pemberlakuan ganjil genap di masa pandemi saat ini tidak tepat.

Ia khawatir penerapan kebijakan tersebut akan memunculkan klaster penyebaran Covid-19 di transportasi umum. Perlu diingat, sistem ganjil genap dimunculkan untuk mendorong masyarakat beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.

“Kondisinya (sekarang), masih meningkat kasusnya (Covid-19), itu kembali lagi angkutan umum jadi klaster lagi, klaster penyebaran virus Covid-19, terjadi penumpukan (penumpang) lagi kan," ungkap Tigor saat dihubungi Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

"Usul saya sekarang, ganjil genapnya ditunda dulu. Karena, ganjil genap itu kan untuk mengendalikan orang tidak pakai kendaraan pribadi, supaya naik angkutan umum," imbuhnya.

Baca juga: Aturan Ganjil Genap Jakarta Mulai Berlaku Besok, Ini yang Perlu Diperhatikan

Menurutnya, kemacetan yang terjadi di Jakarta terjadi karena aturan PSBB transisi tidak ditegakkan dengan tegas.

Terutama, kata dia, menyoal pelanggaran kapasitas 50 persen perkantoran. Fakta yang terjadi yakni munculnya klaster perkantoran pada pekan lalu.

"Nah, ini kan berarti ada pelanggaran oleh perkantoran, perusahaan-perusahaan, harusnya yang bekerja hanya 50 persen kan, 50 persen lagi WFH," jelas dia.

Oleh karena itu, Tigor meminta pemerintah tegas terhadap penegakkan aturan PSBB transisi sehingga tidak ada atau muncul klaster baru lagi.

Baca juga: Besok, Transjakarta Tambah 155 Bus di 10 Koridor yang Bersinggungan Kebijakan Ganjil-genap

Kesehatan di transportasi umum

Selain hal di atas, Tigor menilai Jakarta belum siap menerapkan sistem ganjil dan genap. Pasalnya perbandingan antara penumpang dengan ketersediaan transportasi umum belumlah sepadan.

Dirinya khawatir, pelaksanaan kebijakan tersebut berdampak pada berjubelnya penumpang sewaktu mengakses angkutan umum. Hal itu tentunya dapat memunculkan persoalan baru terkait penyebaran virus corona.

"Orang berpikirnya kalau bekerja kan enggak boleh terlambat, kalau terlambat mereka kan dipotonglah tunjangan, bahkan dipecat. Akhirnya memaksakan diri kalau naik commuter line, angkutan umum," ungkap Tigor.

Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.KOMPAS.COM/KRISTIANTO PURNOMO Penumpang KRL Commuter Line tiba di Stasiun Bogor, Jumat (26/6/2020). Tim gugus tugas penanganan Covid-19 Jawa Barat melakukan rapid test dan tes usap pada penumpang KRL Commuter Line yang tiba di Stasiun Bogor untuk memetakan sebaran Covid-19.

Sebelum menerapkan kebijakan ganjil genap, Pemprov DKI Jakarta seharusnya mempersiapkan transportasi umum yang memadai dan sehat.

Hal berbeda justru diungkapkan oleh pakar epidemiologi Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono.

Menurutnya penyebaran kasus Covid-19 atau munculnya klaster baru di transportasi umum kecil kemungkinannya, asalkan protokol kesehatan ditegakkan dengan benar.

"Selama protokol kesehatan diterapkan kecil kemungkinan (transportasi umum) jadi klaster," kata Pandu kepada Kompas.com, Minggu (2/8/2020).

Baca juga: Pemprov DKI Bakal Terapkan Ganjil Genap Seharian di Jakarta jika...

Ia meminta pemerintah dan pihak terkait mengawasi dan menindak pengguna transportasi yang melanggar protokol kesehatan.

"Dipastikan benar-benar dipatuhi. Tidak ada toleransi lagi pengguna transportasi publik yang melanggar protokol kesehatan, agar dilakukan tindakan indsipliner," tegasnya.

Berdasarkan data www.covid19.go.id, per Sabtu (2/8/2020), total jumlah kasus Covid-19 di Indonesia ada 109.936.

Dari jumlah tersebut, DKI Jakarta menempati peringkat kedua terbanyak kasus virus corona dengan 21.767 kasus atau 19,8 persen.

Sedangkan, peringkat pertama ditempati oleh Jawa Timur dengan jumlah total sebanyak 22.324 kasus Covid-19 atau 20,3 persen.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Jadwal Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23, Kick Off Pukul 22.30 WIB

Jadwal Indonesia Vs Irak di Piala Asia U23, Kick Off Pukul 22.30 WIB

Tren
Tarif Khusus Tiket Kereta Go Show Naik Per 1 Mei 2024

Tarif Khusus Tiket Kereta Go Show Naik Per 1 Mei 2024

Tren
Beli Pertalite di Batam Wajib Pakai Kartu 'Fuel Card' Mulai 1 Agustus

Beli Pertalite di Batam Wajib Pakai Kartu "Fuel Card" Mulai 1 Agustus

Tren
9 Fenomena Astronomi Mei 2024, Ada Hujan Meteor dan 'Flower Moon'

9 Fenomena Astronomi Mei 2024, Ada Hujan Meteor dan "Flower Moon"

Tren
Ramai soal Wilayah Indonesia Dilanda Suhu Panas di Awal Mei 2024, BMKG: Terjadi hingga Agustus

Ramai soal Wilayah Indonesia Dilanda Suhu Panas di Awal Mei 2024, BMKG: Terjadi hingga Agustus

Tren
Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Cerita Dante Lauretta yang Dibayar NASA Rp 16,2 Triliun untuk Cegah Asteroid Tabrak Bumi

Tren
Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Profil Calvin Verdonk dan Jens Raven, Calon Penggawa Timnas yang Jalani Proses Naturalisasi

Tren
Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Bisakah Suplemen Kesehatan Mencegah Kantuk Layaknya Kopi?

Tren
Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Tren
Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Tren
Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Tren
Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tren
7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com