Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Mustakim
Jurnalis

Eksekutif Produser program talkshow Satu Meja The Forum dan Dua Arah Kompas TV

Ancaman Resesi di Tengah Pandemi

Kompas.com - 13/07/2020, 09:17 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PRESIDEN Jokowi dihadapkan pada dua masalah pelik sekaligus yakni pandemi Covid-19 dan ancaman resesi ekonomi.

Sejak pertama kali muncul di Wuhan, China, hingga saat ini virus Corona menjadi pandemi dan belum bisa diatasi.

Di Indonesia, sejak diumumkan pemerintah pada awal Maret lalu virus ini terus menggila dan mewabah di hampir seluruh nusantara.

Meruaknya pandemi ini berdampak di segala lini, termasuk ekonomi. Roda ekonomi nyaris terhenti karena pandemi.

Pemerintah memprediksi, pandemi akan membuat pertumbuhan ekonomi kuartal II 2020 minus hingga 3,8 persen. Jika pertumbuhan minus itu berlanjut ke kuartal III 2020, Indonesia berpotensi masuk ke jurang resesi.

Pertumbuhan ekonomi

Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi selama ini jadi indikator utama dalam mengukur perkembangan dan kemajuan suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi yang tinggi diwakili oleh peningkatan Produk Domestik Bruto (PDB). Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.

Beberapa variabel tersebut berupa faktor eksternal yang berada di luar kendali, seperti gejolak ekonomi global, mekanisme pasar, hingga terjadinya wabah.

Sebagian kalangan menyebut, negara bisa dikatakan mengalami resesi ketika pertumbuhan PDB sudah negatif dalam dua kuartal berturut-turut atau lebih.

Dampak resesi akan terasa dan menimbulkan efek domino. Ketika investasi anjlok saat resesi, lapangan pekerjaan akan berkurang sehingga angka pengangguran akan naik signifikan. Sementara, produksi atas barang dan jasa juga merosot sehingga menurunkan PDB.

Jika tak segera diatasi, efek domino resesi akan menyebar ke berbagai sektor seperti macetnya kredit perbankan hingga inflasi yang sulit dikendalikan, atau juga sebaliknya terjadi deflasi.

Ancaman resesi

Resesi menurut sejumlah literatur adalah menurunnya kegiatan ekonomi secara signifikan yang terjadi dalam beberapa bulan.

Ada sejumlah indikator untuk mendeteksi di antaranya penurunan PDB, merosotnya pendapatan riil, bertambahnya pengangguran, lesunya penjualan retail dan terpuruknya industri manufaktur.

Pemerintah sudah melakukan sejumlah upaya untuk mengatasi dan mengantisipasi terjadinya resesi mulai dari pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga menggelontorkan dana besar untuk program pemulihan ekonomi nasional (PEN).

Suasanan Pasar Bambu Kuning di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang ditutup akibat adanya dua pedagang yang positif Covid-19KOMPAS.com/ BONFILIO MAHENDRA WAHANAPUTRA LADJAR Suasanan Pasar Bambu Kuning di Sunter, Tanjung Priok, Jakarta Utara yang ditutup akibat adanya dua pedagang yang positif Covid-19

Namun sejumlah kalangan pesimis, upaya itu akan berhasil mengatasi terjadinya resesi.

Pasalnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal II diprediksi akan lebih buruk dari perkiraan awal dan berlanjut di kuartal III.

Sementara, masyarakat juga masih menahan konsumsi akibat efek pandemi. Konsumsi juga menurun karena lonjakan PHK karyawan yang masih terus terjadi. Imbasnya ekonomi akan tergerus lagi.

Pandemi masih menghantui

Hingga saat ini pandemi belum teratasi. Di Indonesia angka kasus Covid-19 masih tinggi. Bahkan angkanya terus naik signifikan pasca-new normal yang ditandai dengan pelonggaran PSBB.

Data pemerintah yang masuk hingga Minggu (12/7/2020) pukul 12.00 WIB menunjukkan, terdapat 1.681 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir. Penambahan kasus baru itu menyebabkan kini ada 75.699 kasus Covid-19 di Indonesia, terhitung sejak pemerintah mengumumkan pasien pertama 2 Maret 2020.

Melihat kondisi ini, pemerintah harus tegas dalam menentukan prioritas, menyelesaikan pandemi atau membenahi ekonomi.

Pemerintah tak bisa menyelamatkan keduanya secara bersamaan. Harus ada yang diprioritaskan dan dikorbankan. Idealnya, pemerintah fokus dulu menangani pandemi. Setelah itu baru membenahi ekonomi.

Pemerintah perlu menimbang kembali kebijakan new normal yang diterapkan. Karena, penularan virus Corona justru semakin tinggi.

Bila tren penularan virus Corona tak kunjung turun, aktivitas ekonomi akan terhenti. Pasalnya, masyarakat akan membatasi diri. Industri juga takut beroperasi kembali dan investor enggan menanamkan dananya di Indonesia.

Benarkah Indonesia akan mengalami resesi ekonomi? Apakah upaya pelonggaran yang dilakukan pemerintah tak mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi?

Apakah program PEN yang dilakukan pemerintah mampu menyelamatkan Indonesia dari resesi? Mengapa angka kasus Covid-19 masih tinggi dan justru meningkat pasca new normal?

Apakah mungkin ekonomi bisa bangkit jika angka kasus Covid-19 masih tinggi? Lalu apa yang harus dilakukan pemerintah untuk menangani pandemi dan agar tak mengalami resesi?

Ikuti pembahasannya dalam talkshow Dua Arah, Senin (13/7/2020), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 22.00 WIB.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Puncak Hujan Meteor Eta Aquarids 5-6 Mei 2024, Bisakah Disaksikan di Indonesia?

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com