Namun, karena dirasa publik perlu juga mengetahui, Sekretariat Presiden lantas mengunggah arahan yang semula disampaikan untuk kepentingan internal saja pada 28 Juni 2020. Masuk akal alasannya.
Saya melihatnya sedikit berbeda. Selang 10 hari waktu adalah jeda yang diberikan Presiden untuk adanya perubahan, kamajuan dan langkah-langkah progresif yang diharapkan seperti diungkapkan tanpa banyak ekspresi di dalam arahan.
Lantaran selama jeda itu tidak juga didapati perubahan, kemajuan dan langkah-langkah progresif yang diharapkan, rekaman video diunggah sebagai peringatan.
Peringatan kepada siapa? Kepada para menteri dan kepala lembaga negara sebagai peringatan kedua setelah pertama kali mendengarnya langsung dalam hening dan sausana tidak nyaman penuh ketegangan di Istana Negara.
Apa yang disampaikan Presiden juga merupakan peringatan kepada rakyat yang sampai tiga kali disebut jumlahnya: 267 juta jiwa.
Apa peringatannya? Jokowi memperingatkan, tidak ada kemajuan yang berarti selama tiga bulan Indonesia menghadapi situasi krisis karena pandemi Covid-19.
"Saya harus ngomong apa adanya, gak ada progress (kemajuan) yang signifikan. Gak ada!" ujar Jokowi persis di tengah-tengah arahan sekitar 10 menit sambil cemberut.
Presiden tengah membutuhkan dukungan rakyat untuk langkah-langkah politik ke depan.
Jengkel di menit-menit awal
Kalau kamu menyimak rekaman video arahan itu Presiden itu, kamu akan segera menangkap perasaan jengkel di menit-menit pertama.
Ungkapan kejengkelan itu langsung mengemuka setelah gambar terakhir Gubernur Bank Indonesia menempati kursi yang disediakan untuknya.
Setelah 30 detik menyapa peserta rapat kabinet paripuran sekadarnya, Presiden langsung berbicara dengan nada tinggi. Dari awal sampai akhir tinggi. Tanpa banyak ekspresi di wajah kecuali cemberut dan ekspresi di tangah kecuali angkat tangan.
Arahan Presiden diakhiri dengan nada yang masih sama: tinggi, tanpa banyak ekspresi kecuali ekspresi jengkel.
Terbayang mulesnya ada dalam situasi seperti itu. Terutama tentu saja pihak-pihak yang disebutkan secara eksplisit yaitu Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan kementerian di bidang ekomomi yang banyak sekali.
Di bidang kesehatan misalnya, dari dana yang dianggarakan Rp 75 triliun untuk mengatasi situasi luar biasa karena pandemi, baru digunakan 1,53 persen.