Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diusulkan Jadi Pahlawan Nasional, Ini Profil Jenderal Hoegeng, dr Kariadi, dan Profesor Soegarda

Kompas.com - 21/06/2020, 14:23 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengusulkan gelar pahlawan nasional untuk tiga orang tokoh, yaitu mantan Kepala Kepolisian RI Jenderal Hoegeng, dr Kariadi, dan Profesor Soegarda Poerbakawatja.

Ganjar menyebut bahwa secara resmi, surat pengusulan atas ketiga tokoh tersebut telah dikirim ke Kementerian Sosial agar dapat diproses untuk disampaikan ke Presiden RI Joko Widodo.

"Kejujuran kesetiaan Pak Hoegeng terhadap negara dan kemanusiaan, tekad dan keberanian seorang dr Kariadi, serta ketekunan dan pengabdian Prof Soegarda jadi lecutan untuk generasi penerusnya," tulis Ganjar dalam akun Twitternya, Sabtu (20/6/2020).

Lantas, seperti apa kiprah tiga tokoh yang diusulkan menjadi pahlawan nasional ini? Berikut profil ketiganya:

Jenderal Hoegeng

Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.KOMPAS/Hendranto Kapolri Jenderal Pol Drs. Hoegeng Imam Santoso (kanan) bersama Rektor ITB Prof Dr. Dody Tisna Amidjaja hadir dalam sidang pertama dan kedua dan II kasus penembakan 6 Oktober 1970 di pengadilan Bandung, 1 Desember 1970. Dalam percakapan-percakapan selesai sidang, ia menginginkan agar orang yang bersalah dalam peristiwa 6 Oktober dihukum.

Jenderal Hoegeng lahir di Pekalongan, 14 Oktober 1921. Ayahnya, Sukario Hatmodjo, pernah menjadi kepala kejaksaan di Pekalongan.

Melansir Harian Kompas, 1 Juli 2004, dalam artikel "Hoegeng, Polisi Teladan" oleh Asvi Warman Adam, dikatakan bahwa nama pemberian ayahnya untuk Hoegeng adalah Iman Santoso. 

Saat kecil, Hoegeng sering dipanggil Bugel (gemuk), lama-kelamaan menjadi Bugeng, dan akhirnya berubah jadi Hugeng.

Ia mengenyam pendidikan di HIS dan MULO Pekalogan, kemudian AMS A Yogyakarta. 

Setelah itu, Hoegeng melanjutkan pendidikan di Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia dan kemudian masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Setelah lulus dari PTIK tahun 1952, ia ditempatkan di Jawa Timur dan menjadi Kepala Reskrim di Sumatera Utara.

Baca juga: Jenderal Hoegeng, Polisi Jujur yang Disebut Gus Dur dalam Humornya

Menolak sogokan

Saat itu, ia menolak rumah pribadi dan mobil yang telah disediakan beberapa cukong judi. Hoegeng juga menolak pemberian modil dinas dari Sekretariat Negara.

Pada tahun 1968, Hoegeng diangkat menjadi Kepala Polri dan mengumumkan keberhasilannya membekuk penyelundupan mobil mewah tiga tahun setelahnya, yaitu tahun 1971.

Tak lama setelahnya, ia diberhentikan dengan alasan regenerasi. 

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com