"Perlu edukasi yang masif ditujukan kepada mereka, masyarakat, institusi-institusi seperti perkantoran, sekolahan, pasar, mal, dan lain sebagainya," jelas Dicky.
Kemudian, adanya aturan pola kerja baru, pola pelayanan baru, pola belajar baru, serta pola-pola lain yang dapat menunjang terjadinya new normal.
Baca juga: Soal Pembukaan Tempat Ibadah dan New Normal, Ini Tanggapan MUI
Pola-pola baru itu dibuat dan diterapkan di setiap lokasi umum, perkantoran, dan tempat yang biasa digunakan masyarakat untuk berkumpul.
"Tapi, itu harus didukung sarana dan prasarana. Misal adanya wastafel yang memadai di sekolah, penyediaan masker di tempat umum, dan sebagainya," ungkapnya.
Kriteria selanjutnya yakni adanya penurunan test rate dalam tujuh hari terakhir, dan disertai peningkatan cakupan jumlah testing Covid-19.
Dicky mengungkapkan, penurunan jumlah pasien akibat Covid-19 yang dirawat di rumah sakit dalam tujuh hari juga masuk kriteria new normal dapat diterapkan.
"Lalu, juga nihilnya kasus kematian dalam tiga hari terakhir," papar Dicky.
Baca juga: Temuan Sejumlah Gejala dan Cara Baru Virus Corona Menyerang Tubuh
Menurut Dicky, mungkin saja gelombang kedua Covid-19 di Indonesia belum akan muncul, pasalnya gelombang pertama masih masih belum selesai.
Oleh karena itu, ia berpesan kepada pemerintah agar memandang sejumlah kriteria atau indikator serta masukan dari para ahli.
"Jadi nanti jika penerapan new normal itu diterapkan dengan tidak memandang sejumlah faktor tadi, maka Indonesia akan mengalami puncak kedua, puncak ketiga dan seterusnya akibat kelalaian karena terlalu terburu-buru dan tidak dipertimbangkan dengan matang," pungkas dia.
Baca juga: Kenali Tanda dan Gejala Infeksi Virus Corona pada Anak-anak
Infografik: Daftar 4 Provinsi dan 25 Kabupaten/Kota yang Terapkan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.