Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Data Corona Indonesia Minim, Epidemiolog: Seperti Perang tapi Pakai Peta Negara Lain

Kompas.com - 10/05/2020, 13:00 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com – Masih sulit dan minimnya akses data lengkap kasus virus corona Covid-19 di Indonesia mendapatkan kritik dari sejumlah ahli.

Terutama ahli seperti biostatistika dan epidemiologi untuk melakukan riset tentang virus corona di Indonesia.

Padahal, ketersediaan data yang lengkap dan terbaru penting untuk memprediksi laju penyebaran virus corona dan menentukan langkah terbaik keluar dari wabah virus corona.

Baca juga: Jerman dan Sejumlah Negara Eropa Mulai Longgarkan Lockdown Corona

Acuan data untuk menyusun strategi hadapi pandemi

Termasuk para ahli untuk memberikan masukan mengenai strategi jangka pendek, menengah dan jangka panjang dalam menghadapi pandemi virus corona Covid-19.

“Seperti kita perang tapi pakai peta negara lain. Lembaga survei memprediksi akhir pandemi di Indonesia tapi pakai perbandingan data negara lain,” kata epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman dalam webinar Covid-19: Prediction and Exit Strategy yang digagas Universitas Airlangga, Sabtu (9/5/2020).

Dicky mengatakan, apabila memakai data dari kasus yang ada di Indonesia maka seperti perang memakai peta sendiri akan lebih valid dan tepat dalam penyusunan skenario melawan pandemi corona.

Dalam setiap pandemi, kata Dicky, sebuah wilayah atau negara perlu menyusun exit strategy.

“Menyusun skenario jangka pendek, menengah dan jangka panjang,” papar dia.

Testing masih rendah

Dicky menyebut, salah satu strategi dalam setiap pandemi adalah memperbanyak dan memperluas jangkauan testing. Strategi lainnya adalah tracing, treat, dan isolate.

“Data dari testing itu yang pertama. Apabila testing tidak dilakukan, seakan tidak ada potensi masalah, padahal karena testing masih belum optimal. Testing yang harus dimasifkan,” papar Dicky.

Baca juga: Riset Dosen Unair: Pandemi Corona Indonesia Mereda Awal Agustus

Sementara untuk batasan tes, Dicky mengatakan, positifity rate yang dijadikan patokan. Secara umum apabila Indonesia melakukan 5 persen tes sudah bagus. Setidaknya ada target yang perlu dituju.

Indonesia saat ini sudah melakukan 150.887 tes dan pada Sabtu (9/5/2020) melaporkan kasus positif terbanyak sejak 2 Maret 2020 dengan 533 kasus.

Mekipun demikian, jumlah tes di Indonesia masih rendah sebab rata-rata tidak sampai 10.000 per hari.

“Masih rendah, menyebabkan masih banyak kasus belum terdeteksi,” ujar Dicky.

Selain itu, adanya kualitas data yang valid, lengkap dan dapat diakses juga menjadi monitor untuk setiap intervensi yang dilakukan pemerintah. Terutama terkait kebijakan untuk menekan angka penyebaran Covid-19 di masyarakat.

Adanya data tersebut penting, salah satunya juga untuk acuan apabila akan melakukan pelonggaran pembatasan social

"Ketika pemerintah mengklaim intervensi untuk menurunkan kasus penularan Covid-19 sudah efektif, ini harus didukung dengan studi ilmiah. Bisa kerjasama dengan universitas," kata dia.

Pelonggaran harus berbasis data

Sementara menurut Dicky, apabila intervensi yang dilakukan di Indonesia seperti salah satunya dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dianggap berhasil, perlu dibuktikan dengan data yang valid.

"Kalau dinyatakan intervensi PSBB (pembatasan sosial berskala besar) sudah berhasil, Ro (angka reproduksi kasus) kita sekarang berapa? Juga berapa doubling time (waktu penggandaan). Sampai sekarang data ini tidak ada," ungkap Dicky dikutip dari Kompas.id. 

Baca juga: Berikut Ini 7 Negara yang Telah Melalui Masa Puncak Pandemi Corona

Dicky menjelaskan, intervensi terhadap kejadian pandemi dinilai berhasil apabila nilai Ro semakin menurun hingga mendekati nol.

Perubahan nilai Ro ini harus diukur sebelum dan sesudah intervensi dilakukan.

"Misalnya, di sejumlah negara bagian di Australia setelah dilakukan intervensi, nilai Ro yang semula di atas 2 menjadi 1,8. Dengan penurunan ini, mereka sekarang mulai bersiap melonggarkan lockdown. Jadi, ada ukurannya," kata dia.

Dicky menambahkan, jika pelonggaran intervensi yang dilakukan di Indonesia hanya berdasar klaim tanpa ada dasar data yang mendukung, hal itu bisa menyebabkan blunder.

"Kita tahu Covid-19 ini penyakit baru yang bisa memicu masalah kesehatan yang serius," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com