"Syakban ini nanti bisa dilihat enggak hilalnya, kalau ternyata terlihat berarti umur bulan Syakban dicukupkan 29 hari. Kalo seumpama tidak terlihat, berarti bulan Syakban diistikmalkan (disempurnakan) menjadi 30 hari," tutur Khazin.
Baca juga: Berikut Imbauan Kemenag soal Pelaksanaan Ibadah Ramadhan di Tengah Pandemi Corona
Sementara itu, hisab dapat diartikan dengan perhitungan secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan dimulainya awal bulan pada kalender Hijriah.
Khazin menjelaskan, metode hisab yang berkembang di Indonesia ada beberapa rujukan atau kitab dan sudah menggunakan metode kontemporer.
"Kalau di Kemenag kan menggunakan data ephemeris hisab rukyat. Meski ada beberapa metode hisab, biasanya hasilnya sama," kata dia.
"Caranya ya menggunakan rumus-rumus yang ada di buku itu. Ada rumusnya seperti apa untuk menghitung awal bulan dengan data astronomis yang ada di buku-buku tersebut," sambungnya.
Baca juga: Muhammadiyah Tetapkan Awal Puasa 24 April dan Idul Fitri 24 Mei 2020
Terlepas dari itu, Khazan mengatakan bahwa baik metode hisab maupun rukyat, keduanya merupakan sebuah cara untuk menentukan awal bulan.
Menurutnya kedua metode itu tidak bisa dinafikan karena semuanya saling mendukung.
"Adanya hisab itu juga karena ada rukyat yang panjang, termasuk metode hisab ini akan mempermudah pelaksanaan rukyat secara benar. Jadi kedua-duanya ini saling menguatkan dan saling mendukung," jelas dia.
Oleh karena itu, Khazin berharap agar masyarakat mengikuti apa yang telah ditetapkan pemerintah, terlebih telah didukung dengan teknologi yang canggih.
"Pokoknya ketetapan pemerintah itu yang terbaik, tidak perlu diragukan," tutupnya.
Baca juga: Wabah Virus Corona, Ini Panduan Ibadah Ramadhan dan Idul Fitri dari Kemenag
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.