Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Stop Panik Membeli, Jaga Sistem Imun dengan Makanan Sehat untuk Cegah Virus Corona

Kompas.com - 12/04/2020, 06:02 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kepanikan membeli barang di supermarket yang dilakukan beberapa orang-orang di seluruh dunia telah memicu kekhawatiran.

Pasalnya, tindakan tersebut justru menimbulkan kekhawatiran kekurangan bahan-bahan penting saat virus corona kian meluas.

Dilansir dari SCMP, bahan-bahan pokok dapur seperti nasi dan pasta telah ludes terjual dari rak-rak toko. Sementara makanan olahan dan kemasan yang kurang bergizi juga dalam persediaan sedikit stok.

Hal inilah yang membuat beberapa ahli menyarankan untuk memikirkan kembali kebiasaan pembelian masyarakat.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 10 April: 1,6 Juta Orang Terinfeksi, 355.671 Sembuh

Warga menimbun beras

Seorang pekerja mengecek kualitas beras di Gudang Bulog di Kecamatan Larangan, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020)KOMPAS.com/Tresno Setiadi Seorang pekerja mengecek kualitas beras di Gudang Bulog di Kecamatan Larangan, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020)

Saat wabah virus corona muncul pertama kali di Hong Kong pada Februari lalu, masyarakat menjadi panik dan putus asa menimbun beras.

Namun, mereka juga membeli barang-barang seperti mi instan, daging kaleng, pangsit beku, dan dim sum.

Atas fenomena ini, ahli diet tersertifikasi dari Pusat Konsultasi Nutrisi Tetra di Yau Ma Tei, Hong Kong, Joyce Chan Ho-yi mengungkapkan, dirinya khawatir sebab warga mengonsumsi makanan yang justru melemahkan sistem imun.

"Pada saat yang kritis ini untuk meningkatkan imunitas, makanan-makanan instan tersebut mungkin lebih berbahaya," ujar Chan.

Chan menyarankan, masyarakat mengikuti pedoman makanan sehat untuk menjaga kesehatan tubuh, seperti mengonsumsi makanan rendah gula, natrium, dan lemak jenuh.

Barang-barang instan yang terjual habis ini merupakan makanan olahan yang umumnya banyak mengandung garam dan lemak berlebih.

"Baca komposisinya. Isi makanan biasanya terdaftar berdasarkan kuantitas dari yang tertinggi hingga terendah. Jadi, jika tiga atau empat komposisi pertama adalah gula, minyak terhidrogensi atau nama-nama lain yang menggunakan istilah kimia, Anda dapat berasumsi bahwa makanan tersebut diproses, jadi singkirkan dari keranjang belanja Anda," terang Chan.

Baca juga: Jangan Lagi Dipercaya, 3 Mitos Food Combining Ini Dibantah Ahli Gizi

Asupan garam harian

Banyak warga yang menyerbu apotek dan supermarket untuk mencari masker dan stok persediaan bahan makanan.Shutterstock.com Banyak warga yang menyerbu apotek dan supermarket untuk mencari masker dan stok persediaan bahan makanan.

Adapun asupan garam harian yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak lebih dari 5 gram per hariannya.

Sementara, American Heart Association menyatakan bahwa setiap hari menambahkan asupan gula tidak boleh lebih dari 25 gram per harinya.

Chan justru memprioritaskan pembelian bahan makanan berdasarkan lima kelompok makanan utama yakni, daging, susu, karbohidrat, sayuran, dan buah-buahan.

Alih-alih daging olahan, ia menyarankan untuk membeli daging tanpa lemak, seperti ayam tanpa kulit, atau pilihan ikan yang lebih sehat dengan umur simpan yang lama, misalnya ikan sarden kalengan dan tuna.

Pilihlah bahan-bahan tersebut yang dikemas dalam minyak zaitun atau air, sehingga mereka tidak memiliki banyak garam atau gula.

Baca juga: Gelombang Kedua Virus Corona di China dan Negara Asia yang Perlu Diwaspadai

Kemudian, pilihlah produk-produk segar dan bernutrisi dengan umur simpan yang panjang, seperti buah bit, labu, dan ubi jalar.

"Mereka yang memiliki anggaran terbatas dapat memperoleh bahan-bahan tersebut bersi kalengan. Kacang-kacangan dalam bentuk kalengan, seperti buncis, lentil, dan kacang campuran rendah lemak dan tinggi protein, serat, dan mineral," lanjut Chan.

Selain itu, sayuran dan buah-buahan beku juga layak disimpan.

Chan mengatakan, beberapa penelitian menunjukkan bahwa produk kacang polong dan brokoli dibandingkan produk sayuran beku di supermarket memiliki kandungan nutrisi yang kurang lebih sama.

Sehingga, buah dan sayuran segar tidak selalu lebih unggul secara nutrisi daripada versi beku.

Baca juga: Berikut Sebaran Kasus Corona di Indonesia dan Satu Provinsi yang Masih Nol Kasus

Memperpanjang umur simpan produk segar

Para pekerja migran menunggu dalam antrean untuk menerima makanan gratis di luar stasiun kereta Howrah setelah Pemerintah India memerintahkan lockdown nasional untuk membatasi penyebaran penyakit virus corona (COVID-19), di Kolkata, India, Rabu (25/3/2020).ANTARA FOTO/REUTERS/RUPAK DE CHO Para pekerja migran menunggu dalam antrean untuk menerima makanan gratis di luar stasiun kereta Howrah setelah Pemerintah India memerintahkan lockdown nasional untuk membatasi penyebaran penyakit virus corona (COVID-19), di Kolkata, India, Rabu (25/3/2020).

Salah satu koki asal Jepang dan pendiri pengecer makanan kesehatan Hong Kong Foodcraft, Shima Shimizu menyarankan, agar masyarakat memperpanjang umur simpan produk segar dengan membekukannya.

Misalnya, bawang merah yang dapat dicacah dan dibagi menjadi beberapa bagian sebelum dibekukan.

Tetapi, untuk wortel atau brokoli sebaiknya direbus dulu baru kemudian dapat dibekukan.

Selama fase "panic buying" terjadi di Hong Kong, Shimizu memerhatikan pembeli daging dan telur sangat ditargetkan.

"Sindrom pernapasan akut yang parah atau SARS, sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), dan saat ini virus corona SARS-CoV-2 semuanya dimulai dari protein hewani. Jadi, mengapa Anda mencari hal yang sama?" ujar dia.

Shimizu mengungkapkan, ia biasanya makan makanan vegetarian, namun ia dapat makan daging babi selama acara makan keluarga.

Tetapi, selama wabah ini, ia cenderung lebih mengonsumsi makanan berbasis tanaman atau sayur-mayur.

"Saya tidak ingin makan daging lagi," kata dia.

Baca juga: Raja Salman Mengasingkan Diri, 150 Anggota Kerajaan Saudi Positif Covid-19

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Timeline Wabah Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com