Oleh: Sinta Paramita, SIP, MA
PENYEBARAN penyakit Covid-19 yang kian meningkat di Indonesia berimbas pada pembatasan ruang gerak masyarakat dalam berinteraksi, tidak terkecuali dalam dunia pendidikan.
Pemerintah mengarahkan seluruh peserta didik dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi untuk melakukan seluruh proses pendidikan ke dalam ruang virtual.
Banyak aplikasi gratis yang tersedia untuk mendukung belajar online, seperti Google Classroom ataupun Zoom Meeting. Namun demikian, berbagai keunikan muncul mewarnai proses belajar online.
Keunikan tersebut adalah perbedaan generasi antara pengajar dan peserta didik.
Tidak dapat dimungkiri peserta didik saat ini adalah generasi yang dekat dengan teknologi, atau banyak ahli menyebutnya generasi milenial.
Salah satunya adalah Tapscoot, penulis buku Grown Up Digital: Yang Muda yang Mengubah Dunia, membagi generasi milenial ke dalam delapan kriteria berikut ini.
Kedelapan karakter inilah yang juga harus dicermati pengajar dalam mengembangkan belajar online.
Sumbangsih Tapscoot di atas dapat dijadikan acuan dalam merancang belajar online yang menyenangkan.
Belajar online butuh kebebasan dalam mengeksplorasi lebih mendalam terhadap materi yang diberikan.
Peserta didik milenial memiliki kemampuan untuk menciptakan Kustomisasi suatu karya sesuai dengan keinginan mereka.
Sifat penyelidik menjadi kekuatan peserta didik milenial untuk menganalisis suatu kasus permasalahan, mereka mampu menyelidiki dan menemukan solusi berdasarkan penelusuran data secara online.
Tidak hanya itu dalam belajar online membutuhkan kolaborasi, hiburan, dan inovasi di dalam prosesnya, sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan jenuh ketika sedang belajar online.
Dengan begitu belajar online dapat memupuk rasa humanis, integritas, profesional, dan entrepreneurship.
Perlu dicermati belajar online tidak melulu memberikan soal dan tugas, tetapi komunikasi humanislah yang merupakan esensi dalam belajar online.