Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Corona Capai 1 Juta, Begini Tes yang Dilakukan di Sejumlah Negara

Kompas.com - 03/04/2020, 15:35 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah menetapkan status infeksi virus corona sebagai pandemi global. Berbagai negara mengantisipasi virus ini dengan cara masing-masing.

Salah satu caranya adalah dengan melakukan tes kepada warga negara untuk mendeteksi keberadaan virus corona. Amerika Serikat dengan kasus positif virus corona terbanyak telah melaukan pengetesan lebih dari 1 juta tes untuk warganya. 

Berikut adalah cara yang dilakukan beberapa negara untuk mendeteksi corona:

Amerika Serikat

Amerika Serikat menjadi negara dengan kasus positif infeksi corona terbanyak. Data yang diperoleh dari website covidtracking.com per tanggal 2 April 2020 menunjukkan total 1.267.658 tes sudah dilakukan di AS.

Sebanyak 239.009 orang dinyatakan positif terinfeksi virus corona sedangkan 1.028.649 dilaporkan negatif dari infeksi virus corona.

Korban meninggal dunia mencapai 5.784 orang sedangkan pasien yang masih dirawat di rumah sakit berjumlah 32.649 orang.

AS memiliki jumlah kasus infeksi melebihi China, tempat virus ini berasal, dan Italia, negara Eropa yang merasakan dampak terparah dari infeksi virus corona.

Diberitakan Kompas.com (1/4/2020) Para pakar dari Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME), pusat penelitian populasi kesehatan di Sekolah Obat-obatan, Univeristas Washington memprediksi wabah virus corona di AS akan mencapai puncaknya pada pertengahan April.

Baca juga: Ketika Amerika Serikat Kewalahan Hadapi Serangan Virus Corona

Jerman

Salah satu alasan kesiapan Jerman menghadapi wabah virus corona adalah kewaspadaan mereka bahwa virus ini pada akhirnya menjadi pandemi global. Ketika banyak negara melakukan persiapan pencegahan dengan lambat, pada awal Januari seorang ilmuwan di Berlin, Olfert Landt mengenali kemiripan virus ini dengan SARS dan menyadari bahwa tes kit akan sangat dibutuhkan.

Dengan menggunakan SARS sebagai basisnya, Landt dan rekan-rekannya mendesain tes kit pertama mereka. Protokol ini kemudian dipublikasikan oleh WHO pada 17 Januari, lebih cepat sebelum China.

Pada akhir Februari, Landt telah memproduksi 4 juta tes kit dan memproduksi 1,5 juta lagi di minggu berikutnya.

Dengan produksi tes kit yang efektif dan pemberlakuan tes sejak dini, kini Jerman mampu melakukan 12.000 tes setiap harinya.

Baca juga: Kunci Mengapa Angka Kematian akibat Virus Corona di Jerman Rendah

China

Belajar dari pengalaman menangani wabah SARS dan sebagai tempat asal kemunculan Covid-19, China merupakan salah satu yang unggul dalam hal tes deteksi corona.

Pusat Penanganan dan Pencegahan Wabah China telah mengembangkan metode awal dari tes deteksi corona. Detail dari tes itu telah dipublikasikan secara resmi di website WHO pada tanggal 24 Januari, sesaat setelah Wuhan diumumkan menjalani lockdown.

Sebagai salah satu produsen bahan kimia terbesar di dunia, China mampu melakukan produksi masal tes kit dengan cepat. Pada akhir bulan Maret, China telah melakukan lebih dari 320.000 tes.

Korea Selatan

Korea Selatan menjadi salah satu negara yang paling gencar melakukan tes. Mereka belajar dari Wuhan bahwa virus ini bisa sangat menular dan menyebar dengan cepat pada area yang luas.

Korsel menaruh prioritas lebih untuk mengidentifikasi dan mengisolasi orang-orang yang terdeteksi positif terinfeksi virus corona.

Pemerintah Korsel juga meningkatkan kapasitas untuk melakukan tes dan mampu melakukan 15.000 tes per hari. Total lebih dari 300.000 tes telah dilakukan dan semuanya gratis.

Baca juga: Bilik Tes Swab Virus Corona di Korea Selatan Kreatif dan Efektif

Italia

Italia berada di belakang Jerman, sebagai negara Eropa terbanyak yang telah melakukan tes pada 200.000 warganya.

Termasuk mengetes 3.000 warga kota Vo, dekat Venesia dalam sebuah pilot project yang didesain untuk melihat apakah tes masal secara menyeluruh dapat membantu menekan penyebaran virus ini.

Namun, tes massal ini juga memiliki akibat politis yang sama apabila tes masal tidak diberlakukan,

Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte menyalahkan tingginya angka infeksi di Italia akibat kebijakan untuk melakukan tes pada mereka yang tidak menunjukkan gejala infeksi.

Conte menambahkan bahwa Italia memiliki angka infeksi tinggi karena "kami melakukan lebih banyak tes".

Ternyata, hasil tes adalah peringatan akurat tentang apa yang akan terjadi di Italia di kemudian hari.

Baca juga: Pandemi Virus Corona di Italia Bahayakan 12.000 Klub dan 1 Juta Pesepak Bola

Islandia

Islandia adalah negara kecil dengan kemampuan finansial yang cukup memadai. Negara ini memiliki banyak keunggulan dalam hal tes dan prosentase tes mereka terhadap warganya termasuk yang tertinggi di dunia, termasuk melakukan tes pada mereka yang tidak menunjukkan gejala infeksi.

Diketahui, dengan 339.031 penduduk, Islandia telah melakukan tes pada hampir 20.000 warganya hingga 1 April 2020. Sehingga ada sekitar lebih dari 5.000 tes untuk per 100.000 penduduk. 

"Populasi Islandia menempatkannya pada posisi unik karena memiliki kemampuan pengujian yang sangat tinggi dengan bantuan dari perusahaan riset medis Islandia, deCode Genetics," ungkap Thorolf Gudnason, Kepala Ahli Epidemologi Islandia kepada BuzzFeed.

Dia mengatakan upaya tes "dimaksudkan untuk mengumpulkan wawasan tentang prevalensi sebenarnya dari virus ini di masyarakat, karena sebagian besar negara pada saat ini pastinya juga melakukan tes pada setiap individu yang menunjukkan gejala infeksi."

Baca juga: Para Ilmuwan Islandia Temukan 40 Mutasi Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

UPDATE Identitas Korban Meninggal Tabrakan KA Pandalungan Vs Mobil di Pasuruan, Berasal dari Ponpes Sidogiri

Tren
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, Bagaimana Aturan Publikasi Dokumen Perceraian?

Tren
Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Spyware Mata-mata asal Israel Diduga Dijual ke Indonesia

Tren
Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Idap Penyakit Langka, Seorang Wanita di China Punya Testis dan Kromosom Pria

Tren
Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Ribuan Kupu-kupu Serbu Kantor Polres Mentawai, Fenomena Apa?

Tren
Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Ramai soal Susu Dicampur Bawang Goreng, Begini Kata Ahli Gizi

Tren
57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini 'Ditemukan'

57 Tahun Hilang Saat Perang Vietnam, Tentara Amerika Ini "Ditemukan"

Tren
5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

5 Tahun Menjabat, Sekian Uang Pensiun Seumur Hidup Anggota DPR RI

Tren
Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Kisah Celia, Wanita yang Tidak Makan Selama 4 Tahun akibat Sindrom Langka

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com