Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyebar di Sejumlah Wilayah RI, Bagaimana Mencegah Penyebaran Virus Corona?

Kompas.com - 15/03/2020, 18:18 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kasus penularan virus corona yang menyebabkan Covid-19 masih terus berlanjut di berbagai belahan dunia. 

Bahkan, hampir semua negara kini masih berjuang untuk menekan angka persebaran virus yang pertama dideteksi di Wuhan, China akhir Desember 2019 itu. 

Beberapa ahli berpendapat, wabah virus ini belum mencapai puncaknya di sejumlah negara, kecuali China yang mengklaim sudah berhasil menurunkan angka infeksi.

China dinilai dapat menekan laju penyebaran virus karena sebelumnya kasus infeksi bisa mencapai ribuan dalam sehari, kini kasus positif corona dilaporkan hanya tinggal hitungan puluhan saja. 

Pola penyebaran virus corona

Menggunakan perhitungan matematis, para ahli kesehatan masyarakat merumuskan kurva penularan virus corona baru dapat ditekan sedemikian rupa dengan menerapkan prinsip social distancing atau jarak sosial.

Prinsip ini pada dasarnya meyakini persebaran terjadi akibat banyaknya pergerakan orang-orang dari satu tempat ke tempat lain, baik untuk kepentingan pekerjaan, atau yang lainnya. 

Dalam setiap pergerakan, seseorang akan menjumpai banyak orang lainnya juga mengunjungi tempat-tempat atau juga menyentuh benda-benda yang ternyata mengandung virius.

Di dalam kondisi seperti itu maka potensi penularan virus corona penyebab Covid-19 sangat tinggi. 

Baca juga: FKUI Bikin 420 Liter Hand Sanitizer untuk Dibagikan ke RS dan Sekolah

Maka dari itu, dengan adanya limitasi area atau pembatasan pergerakan, dapat meminimalisasi risiko persebaran virus dari satu orang ke orang lainnya.

Dikutip dari Washington Post, digambarkan dalam sebuah populasi kecil, misalnya hanya beranggotakan 5 orang saja, tidak dibutuhkan waktu yang lama bagi para anggota populasi untuk mendapatkan virus dari salah satu yang terinfeksi. 

Tentu, infeksi ini dapat disembuhkan dalam kehidupaan nyata dan mereka yang telah dinyatakan sembuh kecil kemungkinan menularkan virus pada orang sehat. 

Namun, bukan berarti dia sudah kebal terhadap virus, karena saat ia kembali menjalin kontak fisik dengan orang yang terinfeksi, ia bisa kembali terinfeksi. 

Lalu, digambarkan dalam sebuah populasi yang lebih besar, yakni dengan anggota mencapai 200 orang, dengan salah satu orang di antaranya adalah orang yang sakit. 

Jumlah mereka yang sakit angkanya bisa meningkat dengan cepat. Karena ratusan orang itu tidak pernah mengetahui apakah orang dan benda-benda yang seharian mereka sentuh mengandung virus atau tidak.

Baca juga: Begitu Mudah Menyebar, Ini yang Dilakukan Virus Corona pada Tubuh Pasien

Karantina

Namun hal ini tidak akan terjadi apabila diberlakukan sistem karantina yang memaksa siapapun untuk tetap tinggal di rumah dan tidak melakukan pergerakan. Sebab karantina dinilai efektif menurunkan risiko penularan virus.

Karantina semacam ini sudah dilakukan oleh China dengan mengunci akses keluar dan masuk Kota Wuhan. 

Masyarakat yang tinggal di kota pusat persebaran virus itu ditahan untuk tidak meninggalkan kota sehingga virus yang ada dalam mereka tidak tersebar ke wilayah atau orang lain. 

Namun, para ahli memprediksi sulit untuk sepenuhnya mengunci orang-orang yang sakit dan memisahkan dengan mereka yang masih sehat. 

Cara yang lebih efektif adalah dengan mengedukasi masyarakat untuk menghindari kertemuan besar, tetap tinggal di rumah dan menjaga jarak dari orang-orang lainnya. 

Jika orang-orang meminimalisasi pergerakan dan interaksinya dengan orang-orang, virus memiliki kesempatan lebih kecil untuk menyebar. 

Baca juga: Daftar RS Rujukan Corona di Sulawesi Tenggara dan Hotline yang Bisa Dihubungi

Jarak sosial

Semakin jauh jarak sosial dinilai membuat banyak orang jadi lebih sehat, karena orang-orang didorong untuk tidak berkumpul di tempat-tempat umum.

"Kami mengendalikan keinginan untuk berada di ruang publik dengan menutup ruang publik. Italia menutup semua restoran. China menutup semuanya," kata Drew Haris, peneliti kesehatan populasi dan asisten profesor di Fakultas kesehatan masyarakat The Thomas Jefferson University.

Washington Pos menggambarkan simulasi penularan dengan pantulan-pantulan bola di dalam kerumuman banyak bola.

Apabila bola terkunci, pantulan-pantulan bola yang diasumsikan sebagai virus akan meminimalisasi terpapar atau tertular virus. P

enjelasan itu diterjemahkan oleh akun Instagram @edwardsuhadi yang kemudian diposting ulang artis Ernest Prakarsa di satus instagramnya:

Selain berisiko mendapatkan penularab virus, berada di tengah kerumunan memungkinkan orang sakit untuk menularkan virus yang dimilikinya dan orang sehat mendapatkan penularan itu. 

Ketika prinsip ini diterapkan, dalam simulasi yang dibuat, ketika seperempat di antaranya melakukan pergerakan, dan 3/4 lainnya tetap berdiam di rumah membuat potensi seseorang tetap sehat menjadi meningkat, potensi orang-orang tetap dalam kondisi sehat menjadi meningkat. 

Namun demikian, untuk menahan orang berada di rumah dan todak berniat melakukan perjalanan. Maka Pemerintah sebagai pemegang kewenangan harus menghilangkan daya tarik dari tempat-tempat yang biasanya menjadi titik kumpul. 

Misalnya taman, tempat hiburan, pusat perbelanjaan, perkantoran, dan sebagainya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com