"Jumlah siklon tropis yang tumbuh dibelahan bumi utara rata-rata 57.3 kejadian dalam satu tahun dan dibelahan bumi selatan rata-rata 26.3 siklon tropis dalam setahun berdasarkan data tahun 1968-1989," kata dia.
Baca juga: Siklon Tropis Claudia Mulai Memasuki Wilayah NTT
Lebih lanjut, Agie mengatakan, sejumlah faktor yang membuat sebuah siklon tropis terbentuk dan bertiup.
Hal pertama adalah kondisi suhu permukaan air laut yang hangat, minimal 26,5 derajat Celcius hingga kedalaman 60 meter.
Kedua, kondisi atmosfer yang tidak stabil sehingga memungkinkan awan Cumulonimbus terbentuk.
"Awan-awan ini yang merupakan awan-awan guntur dan merupakan penanda wilayah konvektif kuat, adalah (syarat) penting dalam perkembangan siklon tropis," ujar dia.
Syarat ketiga adalah atmosfer yang lembab di ketinggian sekitar 5 kilometer.
"Ketinggian ini merupakan atmosfer paras menengah, yang apabila dalam keadaan kering tidak dapat mendukung bagi perkembangan aktivitas badai guntur di dalam siklon," kata Agie.
Setelah itu, syarat yang membantu terciptanya siklon tropis adalah adanya gangguan atmosfer di dekat permukaan bumi berupa angin yang berpusar disertai pumpunan angin.
Terakhir, perubahan kondisi angin terhadap ketinggian yang tidak terlalu besar.
Jika perubahan ini terjadi dalam skala yang besar maka akan mengacaukan proses perkembangan badai guntur.
Baca juga: Siklon Tropis Blake Dekat Indonesia, Apa Efeknya pada Cuaca Ekstrem?
Mengenai penamaan Claudia pada siklon tropis yang saat ini tengah berlangsung, Agie menjelaskan, proses penamaan yang diberikan pada sebuah badai atau angin.
Menurut dia, setiap siklon tropis yang bertiup akan memiliki nama yang berbeda-beda.
Kali ini, yang terjadi di Indonesia dinamai Siklon Tropis Claudia.
"Setiap siklon tropis akan bernama berbeda, maka perlu dideteksi. Fenomenanya sama, siklon tropis, tapi karakter dan dampaknya beda-beda," ujar dia.
"Jadi setiap badai tropis yang sudah memenuhi kriteria maka akan diberi nama oleh TCWC yang masuk area bibit badai tersebut," lanjut Agie.