Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pabrik Tahu Gunakan Plastik sebagai Bahan Bakar, Ini Kata Walhi

Kompas.com - 17/11/2019, 12:25 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pabrik tahu Indonesia yang menggunakan plastik sebagai bahan bakar menjadi sorotan media AS, New York Times.

Melansir pemberitaaan New York Times, Kamis (14/11/2019), lebih dari 30 perusahaan tahu menggunakan campuran plastik dan kertas sebagai bahan bakar.

Asap dan abu dari plastik yang terbakar menimbulkan konsekuensi racun.

Termasuk di dalamnya adalah dioxin.

Dioksin adalah polutan yang dikenal dapat menyebabkan penyakit kanker, Parkinson, hingga cacat saat lahir.

Menanggapi hal ini, aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Dwi Saung mengatakan, tidak ada cara lain selain menghentikan sumber polutan.

Baca juga: Pembakaran Plastik oleh Pabrik Tahu Timbulkan Polutan Dioxin, Apa Itu dan Seberapa Bahaya?

"Selama masih dilakukan pembakaran plastik untuk pengolahan tahu, maka upaya lain percuma," ucap Dwi saat dihubungi Kompas.com, Minggu (17/11/2019).

Setelah menghentikan sumper polutan, Dwi mengatakan, langkah lanjutan yang seharusnya dilakukan adalah pemulihan.

Akan tetapi, pemulihan tersebut terbilang sulit dan memerlukan biaya mahal.

Pada April 2019, misalnya, USAID dan Komando Angkatan Udara Pertahanan Udara Vietnam (ADAFC) meluncurkan proyek remediasi dioksin di Bien Hoa Airbase.

Proyek tersebut diperkirakan menelan biaya sekitar 390 juta dollar AS atau Rp 5,4 trilliun.

Media asal AS tersebut juga menuliskan, penggunaan plastik pada lebih dari 30 perusahaan tahu Indonesia karena faktor harga yang murah. Bahkan, harga bahan bakar plastik sepersepuluh dari kayu bakar.

Dwi mengatakan, ada banyak bahan bakar ramah lingkungan dengan harga ekonomis.

"Ada banyak alternatif bahan bakar murah, seperti biogas dari ampas tahu, gas biasa, limbah kayu," tambah Dwi.

Baca juga: Media AS New York Times Soroti Pabrik Tahu di Indonesia yang Gunakan Plastik sebagai Bahan Bakar

Menurut Dwi, penggunaan plastik sebagai bahan bakar ini terjadi karena adanya dumping sampah plastik dari negara maju.

Indonesia telah menjadi tujuan ekspor sejumlah negara maju, terutama negara-negara Eropa dan Amerika terkait limbah plastik.

Pemberitaan Kompas.com, 29 Juli 2019, 65 kontainer limbah plastik masuk di Pelabuhan Peti Kemas Batuampar, Batam, Kepulauan Riau, pada awal Juli 2019.

"Ini kan karena dumping sampah plastik dari negara maju. Ujung-ujungnya dibakar sampahnya. Padahal, di dalam undang-undang persampahan ada larangan membakar sampah dan mengimpor sampah," ujar dia.

Dwi menyebutkan, fenomena tragis ini terjadi karena kurangnya kontrol pemerintah terhadap masalah impor sampah sehingga kasus impor sampah dengan kedok bahan baku ini terus terjadi.

Oleh karena itu, ia meminta semua pihak turut andil dalam hal ini, termasuk partisipasi Kementerian Perindustrian Republik Indonesia (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag).

"Kemenperin dan Kemendag juga jangan lepas tangan terhadap kebijakan impor sampah untuk bahan baku industri. Indonesia bukan tempat sampah negara maju," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com