Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Selalu Baik, Sedotan Logam Juga Simpan Bahaya bagi Bumi

Kompas.com - 30/10/2019, 06:02 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Resa Eka Ayu Sartika

Tim Redaksi

Akan tetapi besarnya dampak negatif pada lingkungan yang ditimbulkan akibat penggunaannya yang sekali pakai tetap harus dicari alternatifnya.

Setelah plastik, sedotan kertas juga dibuat dengan energi dan emisi karbon dioksida yang kecil.

Sedangkan untuk bahan-bahan yang dapat digunakan kembali, energi yang dibutuhkan dan emisi karbon dioksida paling kecil ada pada bahan bambu.

Pada dasarnya, semakin sering digunakan, sedotan-sedotan non plastik memiliki dampak yang semakin besar.

Bahaya Lain

Melansir dari Kompas.com (24/07/2019), Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Dwi Sawung menilai bahwa apapun bahannya, selama digunakan dengan bijaksana, maka akan berdampak baik untuk lingkungan.

Menurutnya, maraknya penggunaan sedotan besi/logam sebenarnya membawa dampak terkait pertambangan.

Namun, ia menilai bahwa dampaknya tidak sebesar dampak yang ditimbulkan oleh limbah sedotan plastik.

Baca juga: Perempuan di Inggris Tewas Akibat Tertusuk Sedotan Logam

Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Juru Kampanye Urban Green Peace Indonesia Muharram Atha Rasyadi. Menurutnya, sedotan besi, bambu, kertas, atau yang lainnya, tidak membawa dampak serius yang buruk bagi lingkungan karena dapat dipakai berulang kali dan mudah diurai kembali.

Dalam pemberitaan tersebut, Green Peace dan Walhi sama-sama mengingatkan bahwa peralihan penggunaan barang-barang yang tak sekali pakai akan lebih berdampak jika terkait penggunaan sehari-hari.

Sedotan dinilai bukan barang wajib dalam konsumsi sehari-hari. Kecuali, bagi yang memiliki keterbatasan fisik hingga membutuhkan sedotan saat hendak minum.

“Langsung diminum saja tanpa alat bantu, kecuali beberapa orang yang difable yang perlu sedotan. Jadi kalau misal bisa enggak pakai sedotan, ya enggak usah pakai sedotan,” ujar Dwi. Sementara itu, Atha mengatakan, sedotan bukan salah satu kebutuhan primer yang harus ada.

“Kami melihat pada konteks sedotan, ini bukan menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat. Dan lebih ke arah gaya hidup yang sudah menjadi kebiasaan. Kecuali kalau kita bicara dalam hal para difabel yang memang memiliki kebutuhan khusus,” jelas Atha.

(Sumber: Kompas.com/ Luthfia Ayu Azanella |Inggried Dwi Wedhaswary)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com