Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa yang Harus Dilakukan Negara untuk Cegah Aparatnya Terpapar Radikalisme?

Kompas.com - 14/10/2019, 15:40 WIB
Rosiana Haryanti,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Bripda NOS menambah daftar abdi negara yang diduga terpapar paham radikalisme.

Bripda NOS adalah anggota polisi di Kepolisian Daerah Maluku. Ia dipecat dari kepolisian karena diduga terafiliasi dengan Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

Adanya anggota kepolisian yang terpapar radikalisme menjadi sorotan.

Pengamat terorisme Al Chaidar mengatakan, negara harus melindungi hak-hak publik dalam berbagai hal.

Publik harus merasa aman dan diprioritaskan oleh negara.

Salah satunya, dengan cara mencegah para aparatur negara terpapar paham radikalisme.

"PNS, aparat polisi, TNI, dan sebagainya harus di-screening dengan menggunakan instrumen-instrumen yang bisa dipertanggungjawabkan secara etik dan ilmiah," ujar Chaidar kepada Kompas.com, Senin (14/10/2019).

Baca juga: Pemecatan Bripda NOS, Bagaimana Aparat Penegak Hukum Bisa Terpapar Radikalisme?

Chaidar mencontohkan, instrumen seleksi abdi negara bisa merupakan tes uji intoleransi, radikalisme, fundamentalisme, atau tes uji terorisme.

Tes uji ini dilakukan sebagai salah satu uji penyaringan karena paham terorisme dan radikalisme bisa tertanam sebelum orang tersebut melakukan tindakan.

"Terorisme ini kan paham. Tidak mesti seseorang harus melakukan tindakan terorismenya dahulu," kata dia.

Menurut Chaidar, pemerintah bisa bekerja sama dengan institusi penelitian atau pendidikan seperti universitas.

Selama ini, tes sejenis memang telah dilakukan. Chaidar mengatakan, instrumen tersebut belum terlalu kuat untuk melakukan penyaringan terhadap para calon aparatur negara.

Ia menyarankan agar negara lebih memerhatikan persoalan psikologis, emosional, dan keagamaan para aparaturnya.

Baca juga: Kisah NOS, Polwan Berpangkat Bripda Diduga Calon Suicide Bomber Kini Telah Dipecat

Menurut dia, selama ini negara tidak pernah menyentuh hal tersebut.

"Banyak dari mereka (aparatur negara) tidak pernah disentuh oleh negara dalam persoalan keagamaan, psikologis, emosional, dan sebagainya. Dan negara ini semakin hari semakin memperlihatkan citra atau image yang semakin kaku, keras," kata Chaidar.

Cara lain, lanjut dia, negara harus membuka diri dan menciptakan regulasi yang singkat, tetapi kompleks.

"Jadi dia harus membuka diri dengan cara-cara yang lebih tepat membuat peraturan-peraturan yang tidak terlalu banyak tapi mengena," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com